jump to navigation

Kontroversi Tanah Fadak Kamis, 31 Mei, 2007

Posted by Quito Riantori in All About Ahlul Bayt, Artikel, Bilik Renungan.
trackback

TANAH FADAK adalah salah satu isu yang paling kontroversial yang muncul setelah wafatnya Rasulullah Saw.

Di dalam Shahih Bukhari, diriwayatkan dari Aisyah (Ummul Muminin), bahwa setelah wafatnya Rasulullah Saw, Fatimah, putri sang Nabi meminta kepada Abu Bakar agar memberikan warisannya dari harta fa’i yang ditinggalkan mendiang ayahnya.

Mendengar jawaban Abu Bakar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda bahwa beliau tidak boleh diwarisi dan harta peninggalannya merupakan sedekah, maka Fatimah marah dan tidak lagi mau berbicara dengan Abu Bakar. Bahkan Fatimah tidak mau menegur Abu Bakar sampai Fatimah wafat, 6 bulan setelah wafatnya Rasulullah Saw.

Kepada Abu Bakar, Fatimah juga meminta bagiannya dari dari peninggalan Rasulullah Saw berupa harta di Khaibar, di Fadak, dan di Madinah.

Akan tetapi Abu Bakar menolaknya seraya berkata, “Aku akan tetap setia mengamalkan segala yang pernah dilakukan Rasulullah Saw. Aku tidak berani meninggalkkannya barang sedikit pun. Aku takut kalau menyimpang dari perintah beliau. Mengenai harta yang di Madinah sudah diberikan Umar kepada Ali dan al-Abbas. Jadi bagian itu sudah dikuasai Ali. Lalu mengenai harta di Khaibar dan di Fadak masih di tangan Umar. Kata Umar, kedua harta sedekah Rasululah Saw itu akan tetap dipertahankan dan diserahkan kepada khalifah umat, sebagaimana pesan beliau sendiri. Sampai sekarang harta itu masih ada dan tetap akan dipergunakan sebagaimana mestinya.” 1]

Dari hadits Shahih Bukhari di atas ini kita melihat Sayyidah Fatimah as marah kepada Abu Bakar, maka timbul sebuah pertanyaan baru dari kasus ini : Tidak pernahkah Abu Bakar mendengar sebuah hadits yang juga tercatat di dalam Shahih Bukhari yang menyatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda kepada Sayyidah Fatimah as : “Fatimah adalah bagian dari diriku, maka barangsiapa yang membuatnya marah berarti juga telah membuatku marah!” 2]

Kedua hadits di atas diriwayat oleh Bukhari dan terekam di dalam Jami’ Al-Shahih-nya! Apakah mungkin pernyataan Rasulullah Saw ini cuma gurauan belaka, canda atau omongan ngawur? Tentu saja tidak. Tidak mungkin Rasulullah Saw akan mengucapkan kata-kata yang sia-sia, apalagi gurauan dan yang semacamnya. Apalagi hadits ini juga diriwayatkan oleh banyak perawi lainnya seperti Tirmidzi, al-Hakim, Muslim dan banyak lagi.

Allah Swt Berfirman :

“kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (Al-Quran Surah Al-Najm [53]:ayat 2-3)

Lalu bagaimana pendapat Anda?

Catatan Kaki

1. Shahih Bukhari, Jil. 4, hadits no. 325, Muslim di dalam shahihnya dan Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya.

2. Shahih Bukhari Jil. 5, hadits no. 61, diriwayatkan dari sahabat Al-Miswar bin Makhrama.

Komentar»

1. Cahaya Islam - Minggu, 3 Juni, 2007

Salam..
Inilah bagian tragedi yang menimpa Ahlul Bait as. Semoga hakikat ini bisa menjadi renungan bagi saudara kita sesama muslim lainnya.

2. Abdul Rahman Al Hinduan - Kamis, 21 Juni, 2007

Assalamulaikum Ya Ehwan,
Apabila saatnya Rasullaulah SAW akan wafat berbisiklah Rasullah SAW kepada Hababah Fatimah Az Zahrah :Ya Fatimah kamu adalah ORANG YG PERTAMA AKAN MENYUSUL AKU.Setelah mendgr Hababah Fatimah Azzahra tersenyum dlm kesedihan.Pertanyaan ana dari segi ilmu faraid yg lebih berhak menerima Harta Warisan siapa.Istri2 / Anak.#02 Hababah Fatimah AzZahra sering kite dgr adalah sorg yg Aliimah(Mengerti Agama) apakah Hababah Fatimah mau meminta jika bukan sepenuhnya haknya?Apakah Hababah Fatimah Azzahrah akan menglanggar Perintah Rasullha SAW bahwa Nabi tdk mewariskan harta? Apakah tergamak Hababah Fatimah Azzahra mau mengperbutkan harta yg kecil jika dibandingkan apa yg akan dia dapat di yaumil Akhir (Sababah An Nisa) dan bertemu hababah Khadijah Al Kubra /Mariam/Asiyah…Apakah anaknya Jaddi Maulana Imam Hussein dan Hassan akan mati kelaparan ? Rasullah sdh menceritakan kpd umat bagaimana nanti Cucunya yg disayang akan meninggal .Ya Akhi ana yakin insyallah Hababah Fatimah Azzahra (Bunga yg Wangi) TDK MAHU MENGOTORI DIRINYA DGN HAL2 YG SEBEGINI.Sesungguhnya kehidupan di Akhirat lebih baik dari permulaan di Dunia.Walaa akhiruu kahiru minal ulla.Sekian dari Ane Al Faqiir Abdul Rahman M.N Al Hinduan (Haq dari Allah dan yg batil pasti dari Kite) Jadi Mari kita membaca Isttagfirrullah lil mukminin wa mukminnat.Maasslaam .Syufak wwa alal liqaa…..Afuan minii wa minkum

3. Quito Riantori - Jumat, 22 Juni, 2007

Salamun alaik ya akhi…Syukron atas komentar antum. Sepengetahuan ana yg sangat sedikit ini :
1. Sayyidah Fathimah dan keturunannya (Ahlul Bait dan Dzurriyat Rasul) diharamkan menerima sedekah dan zakat. Seandainya, hak Sayyidah Fathimah yang telah diberikan Rasulullah Saw juga diambil, dari mana lagi mereka hidup? Para sayyid dan syarifah pun dilarang menerima sedekah dan zakat, semnetara hak khumus pun di kalangan Sunni tdk ada, darimana mereka memperoleh bantuan? Kita paham bahwa tidak semua orang mampu berusaha seperti saudara2 lainnya.
2. Hadis di atas bukan dari hadis ahad apalagi sekadar shahih, hadis di atas juga diriwayatkan oleh banyak perawi, dan sebagian besar dari mereka mengatakan shahih bahkan sampai ketingkat mutawatir. Justru hadis yang disampaikan oleh Abu Bakar bahwa Rasulullah tidak mewarisi itulah yang hadis ahad.
3. Tujuan Sayyidah Fathimah meminta hak-nya bukanlah untuk dirinya. Kita tahu Fathimah memiliki tingkat akhlak yang sangat mulia dan tinggi. Karena itu permintaannya itu semata-mata untuk masa depan Ahlul Bait, untuk pertahanan mereka dari musuh-musuh Ahlul Bait seperti kelompok Muawiyyah dan pengikutnya. Beliau tentu tahu tentang ini semua. Beliau tentu tahu juga tentang apa yang bakal terjadi kepada putra tercintanya, Imam Husain as. “Seseorang tidak menjadi hina karena dia menuntut haknya, tetapi orangmenjadi hina ketika dia merampas hak orang lain.”
4. Insya Allah saya akan buat tulisan lainnya untuk lebih memperjelas masalah tanah fadak yang sangat kontroversial ini.
Walau bagaimanapun ana sangat berterima kasih atas perhatianantum atas opini yang pendek ini. Semoga kita semua mendapat ampunan dan rahmat-Nya. Salam.

4. keris arjuna - Senin, 29 Oktober, 2007

ALLAHUMMASILLI ALAIH WA ALA ALIIH…
syukran ala hazihi qissati qasiroh… semoga ALLAH yg maha pmurah yg akn mblas jasa anda…tetapi…qisah ini masih lagi tergantung…ana still xfaham ttg motif…..adakah ttg ksusah yg di alami hababah fatimah azzahrah ra???? ataupun lebih kpd cabarannya setelah wafat nya jaddina Rasul saw???

5. Quito Riantori - Jumat, 20 Juni, 2008

@keris arjuna
Anda bisa baca lanjutan tulisan ini di blog ini : Kontroversi Tanah Fadak bagian ke-2. TErima kasih atas kunjungan anda. Salam!

6. pencinta Habaib - Senin, 11 Agustus, 2008

assalamualaikum ya akhiy
yang ana ketahui,kejadian di tersebut hampir sama dengan kejadian sayyidina Ali kw yang menuntut keadilan kapada kholifah Umar bin khattab karena baju besinya hilang di curi seorang yahudi.yang di mana kholifah Umar memenangkan si yahudi.kenapa…?antum pasti dah tau
btw,ana ucapkan syukron katsir,karena dengan tulisan antum ana bisa menambah pengetahuan ana yang masih dangkal.
salam ta’zim untukmu yaa Habibii Abdul Rahman Al Hinduan.
jazakalloh kheir
wassalam

7. aluq - Rabu, 10 September, 2008

Katene , Ali RA juga pernah bikin istrinya marah, ya Le ? Waktu dia pingin menikahi istrinya bau Jahal itu … lho …

Nah, terus Ali gak jadi menikahinya.

Terus ada riwayat ttg Abu Bakar RA yang udah baikan ame Fathimah RAH, sebelum beliau wafat. Jadi udah gak marahan lagi donk …..

Kesimpulan sementra :
– Ali juga pernah bikin marah istrinya, fathimah. Abu bakar juga.
– Ali udah baikan, abu bakar juga udah baikan.
– sama donk ….

8. Quito Riantori - Rabu, 10 September, 2008

@aluq
Lebih baik teliti ketimbang hanya berasumsi. Saya pikir anda perlu membaca keterangan yang lebih akurat ttg Imam Ali as. membuat marah Fatimah as. Coba klik blog ini : http://bondett.wordpress.com/2007/07/09/isu-palsu-niatan-pernikahan-ali-as-dengan-putri-abu-jahal/
Mengenai Abu Bakar akhirnya berbaikan dengan Fatimah as, jika riwayat itu benar mengapa riwayat2 yang mutawatir justru menyebutkan bahwa Fatimah as tidak suka waktu/tempat penguburannyadiketahui oleh Syaikhan (Abu Bakar & Umar)?

parindo_potabuga - Senin, 7 Februari, 2011

Salam alaika ya Ahlulbait…
Apresiasi positif buat kanda yg telah menulis berkenaan dgn Tanah Fadak yg katanya kontrofersial…
Lagi2 sejarah diputar balikkan hanya karena kepentingan politik..
Untuk Keris Arjuna..:Sebaiknya jgn hanya membaca sejarah Ahlu Sunnah tpi ambil perbandingan lagi berkenaan dgn sejarah Ahlul Bait dikarenakan ketika Sejarah yg kt pelajari salah maka paradigma kt pun akan demikian..
Salam untukmu ya Makzum..

9. Ali husen - Jumat, 19 Desember, 2008

Seorang rawi[4] menuturkan bahawa ada seorang Syi‘ah mendatangi Ja’far bin Muhammad al-Shiddiq[5] Karramallah Wajha lalu segera mengucap salam: “Assalamu‘alaikum waRahmatullahi waBarakatuhu.” Ja’far terus menjawab salam tersebut.

(Dialog pertama):

Syi‘ah tadi bertanya: Wahai putra Rasulullah, siapakah manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?

Ja’far al-Shiddiq menjawab: Abu Bakar (radhiallahu ‘anh).

Syi‘ah bertanya: Mana hujahnya dalam hal itu?

Ja’far menjawab: Firman Allah Ta‘ala:

Kalau kamu tidak menolongnya (Nabi Muhammad) maka sesungguhnya Allah telahpun menolongnya, iaitu ketika kaum kafir (di Makkah) mengeluarkannya (dari negerinya Makkah) sedang ia salah seorang dari dua (sahabat) semasa mereka berlindung di dalam gua, ketika ia berkata kepada sahabatnya: “Janganlah engkau berdukacita, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah menurunkan semangat tenang tenteram kepada (Nabi Muhammad) dan menguatkannya dengan bantuan tentera (malaikat) yang kamu tidak melihatnya. [al-Taubah 9:40]

Ja’far melanjutkan: Cuba fikirkan, apakah ada orang yang lebih baik dari dua orang yang nombor ketiganya adalah Allah ? Tidak ada seorang pun yang lebih afdhal daripada Abu Bakar selain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Maka Syi‘ah berkata: Sesungguhnya ‘Ali bin Abu Thalib ‘alaihi salam telah tidur di tikar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (demi menggantikannya dalam peristiwa hijrah) tanpa mengeluh (jaza’, ertinya tabah) dan tidak takut (faza’, ertinya ia tegar).

Maka Ja’far menjawab: Dan begitu pula Abu Bakar, dia bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa jaza’ dan faza’.

Syi‘ah menyanggah: Sesungguhnya Allah Ta‘ala telah menyatakan berbeza dengan apa yang anda katakan !

Ja’far bertanya: Apa yang difirmankan oleh Allah?

Syi‘ah menjawab: …ketika ia berkata kepada sahabatnya: “Janganlah engkau berdukacita, sesungguhnya Allah bersama kita” bukankah ketakutan tadi adalah jaza’ ?

Ja’far menjelaskan: Tidak kerana Huzn (sedih) itu bukan jaza’ dan faza’. Sedihnya Abu Bakar adalah khuatir jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibunuh dan agama Allah tidak lagi ditaati. Jadi kesedihannya adalah terhadap agama Allah dan terhadap Rasul Allah, bukan sedih terhadap dirinya. Bagaimana (dapat dikatakan dia sedih untuk dirinya sendiri padahal) dia disengat lebih dari seratus sengatan dan tidak pernah mengatakan “His” juga (tidak pernah) mengatakan “Uh” (tidak mengerang kesakitan).

Quito Riantori - Jumat, 19 Desember, 2008

@Ali NGusen
Pertama-tama, bagi Muslim Syi’ah, riwayat yang anda sebut di atas tidak jelas (apalagi anda sendiri yg Wahabi).
Kedua, anda bisa buka blog ini : http://masapenyingkapan.wordpress.com. Silahkan dibaca dan kalo anda bisa baca kitab-kitab berbahasa Arab, tolong anda ke perpustakan di LIPIA, di sana mudah2an ada. Terima kasih atas kesediaan anda untuk mengeceknya. Salam.

10. Ali Husen - Jumat, 19 Desember, 2008

Quito Riantori @@@
Imam jafar ‘mashum’ menegaskan : Abubakar ash shidiq lebih utama dari pada Ali.

Apakah kalian syiah punya hujjah yg lebih kuat dari ayat2 Allah dalam al-qur’an seperti diatas yang mengungguli keutamaan Abubakar ash shidiq??

11. Dho - Kamis, 18 Februari, 2010

Al ahzab ayat 33,”sesungguhny Allah berkehndak utk mengagkt kotran dari diri kalian wahai ahlul bait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya.”saat trun ayat ini Rasul saw d rumah ummu salamah(salah1 istri bliau) ra, lalu memanggil Sayidina Ali,Fatimah,Hasan,Husain,lalu menyelimuti merka dg surbanny dan berkata,”Ya Allah ,mreka ahlul baitku,hndarkan mreka dari noda&sucikan mereka sesuci-sucinya,”(HR.Turmudzi dari Ummu Salamah)

12. murdahai - Rabu, 23 Maret, 2011

ali NGusen itu nawashib bacaanya sempit…maklumlah pengikut wahabi tanduk setan dari najd.diotaknya ahlul bayt dan dzuriah nabi kalah dg syekh2nya (abdil wahab,ibnu taymiyah,utsaimin,bin baz,shalih fauzan).jd syekh wahabi itu ma’sum..buktinya semua omongan fatwa mrk no kritik tak pernah salah,sll di puja habis habisan,ghuluwlah kl menurut bahasa mrk.

13. Putri - Senin, 28 Maret, 2011

Ya semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita dalam bentuk apapun.. Amin

14. Candraershí Mcfc - Senin, 13 Februari, 2012

Kontroversi Tanah Fadak yang Dipersoalkan Syi’ah
http://www.radiodakwahmustofa.com/index.php/arsip-artikel/57-desember-2011/339-kontroversi-tanah-fadak-yang-dipersoalkan-syiah.html

Sayyidatuna Fatimah saja mau memaafkan Abu Bakar tanpa mensyaratkan pengalihan hak tanah fadak pada dirinya, tapi pada hari ini, setelah 14 abad dari peristiwa itu, masih banyak yang mendendam pada Abu Bakar.

Terkadang orang lain membuat kita begitu marah, sehingga dalam hati kita timbul dendam dan ingin melampiaskan dendam itu secepatnya. Bisa jadi dendam itu begitu merasuk sehingga kita tidak bisa menahan emosi ketika melihat orang tadi.
Kejadian di atas menimpa sahabat Abu Bakar, ketika beberapa orang menuduh Aisyah anaknya –yang juga istri Rasulullah– telah berzina, dan salah satu orang yang menuduh adalah Misthah bin Utsatsah, salah seorang sepupu Abu Bakar yang miskin dan hidup dari pemberian Abu Bakar. Ketika itu Abu Bakar bersumpah untuk tidak memberikan uang lagi pada Misthah. Hal ini wajar dilakukan oleh manusia biasa, yang hatinya terluka ketika Misthah –yang hidup dari uang pemberian Abu Bakar– ikut-ikutan menuduh Aisyah berzina. Namun Allah sang Maha Pengasih, ingin memberikan pelajaran bagi kaum muslimin tentang akhlak yang mulia, yaitu pemaaf. Lalu turunlah ayat berikut untuk menghibur Abu Bakar, bahwa orang pemaaf akan dimaafkan oleh Allah. Akhirnya Abu Bakar tetap memberikan nafkah pada sepupunya tadi, karena mengharap ampunan dari Allah.

Terjemah surat An-Nur ayat: 22 yang turun berkenaan dengan Abu Bakar:

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu ? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 22).

Ayat ini menjelaskan manfaat dari maaf yang kita berikan kepada orang lain, bahkan ketika orang lain melukai hati kita. Manfaat dari memberi maaf bukan hanya bersifat duniawi, yaitu si pemaaf akan dicintai orang banyak, tetapi ada manfaat ukhrawi dari memberi maaf, yaitu ampunan dari Allah, karena amalan akan dibalas dengan pahala yang setimpal.

Tetapi yang dilakukan oleh Abu Bakar bukan hanya memberi maaf, tetapi jauh lebih dari itu, yaitu tetap memberikan nafkah kepada orang yang pernah melukai hatinya. Lebih dari sekedar memberi maaf. Semua ini hanya mengharapkan ampunan dari Allah.

Salah satu kisah yang sering diulang-ulang oleh kaum Syi’ah –yang ingin membuat black campaign kepada Abu Bakar– adalah kisah Fadak. Tetapi kita tidak pernah mendengar ustadz Syi’ah menceritakan ending kisah ini, seakan-akan kisah ini hanya berakhir dengan Fatimah yang pulang ke rumahnya dengan marah, selesai sampai di sini. Padahal masih ada babak episode selanjutnya dan ending akhir yang dipotong dari kisah Fadak ini, akan tetapi entah lah mengapa ustadz Syi’ah tidak pernah membahasnya. Sungguh aneh…!!

Yang jelas kitab Syi’ah sendiri memuat ending dari kisah Fadak ini, yaitu dalam kitab, Syarah Nahjul Balaghah yang ditulis oleh Ibnu Abil Hadid, pada jilid. 1, hal. 57, dan Ibnu Al-Maitsham, pada jilid. 5, hal. 507, disebutkan:

“Saat Fatimah marah, Abu Bakar menemuinya di lain waktu dan memintakan maaf buat Umar, lalu Fatimah memaafkannya.”

Fatimah dengan besar hati memaafkan Abu Bakar, yang telah melaksanakan perintah Rasulullah untuk tidak mewariskan harta peninggalannya kepada ahli waris. Abu Bakar juga tidak menyerahkan tanah Fadak kepada Fatimah agar mau memaafkannya, tetapi di sini Fatimah juga tidak menuntut penyerahan tanah Fadak sebagai syarat untuk mau memaafkan Abu Bakar dan Umar. Itulah akhlak putri Nabi yang sejak dini dididik untuk mencintai akherat dan membenci dunia yang fana. Inilah salah satu akhlak kenabian yang diwarisi Fatimah dari sang ayah.

Sudah selayaknya kita meniru teladan dari kisah di atas, tidak membawa dendam dalam hati dalam waktu yang lama. Semua yang telah berlalu hendaknya kita maafkan, demi mengharap keridhoan dan ampunan Allah. Siapa yang tidak menginginkan ampunan Allah?

Riwayat di atas menguatkan riwayat dari Sunan Baihaqi sebagai berikut:

Baihaqi meriwayatkan dengan sanad dari Sya’bi ia berkata: “Tatkala Fatimah sakit, Abu Bakar menengok dan meminta izin kepadanya, Ali berkata: “Wahai Fatimah, ini Abu Bakar minta izin.” Fatimah berkata: “Apakah engkau setuju bila aku mengizinkan?”, Ali berkata: “Ya.” Maka Fatimah mengizinkan, maka Abu Bakar masuk dan Fatimah memaafkan Abu Bakar. Abu Bakar berkata: “Demi Allah, saya tidak pernah meninggalkan harta, rumah, keluarga, kerabat kecuali semata-mata karena mencari ridha Allah, Rasul-nya dan kalian keluarga Nabi.”

Ibnu Katsir berkata: “Ini suatu sanad yang kuat dan baik, yang jelas ‘Amir mendengarnya dari Ali atau mendengar seseorang yang mendengarnya dari Ali.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 5/252).

Ibnu Hajar mengutip dari Ad-Daruquthni bahwa Sya’bi hanya meriwayatkan sebuah hadits dari Ali, hadits itu tercantum dalam Shahih Bukhari. Sehingga terkesan bahwa riwayat di atas adalah putus sanadnya karena Sya’bi hanya meriwayatkan sebuah hadits dari Ali. Lalu bagaimana status riwayat ini? Jelas riwayat ini mursal, tetapi riwayat mursal memiliki banyak tingkatan, ini dijelaskan dalam kitab biografi perawi. Kita bisa memahami jika orang awam yang belum memperdalam ilmu hadits mempertanyakan riwayat ini. Tapi mestinya dia melihat bagaimana Ibnu Katsir memberi dua kemungkinan, bisa jadi dia mendengar dari Ali atau mendengar dari orang yang mendengar dari Ali, karena Ibnu Katsir menyadari penjelasan ulama bahwa Sya’bi hanya meriwayatkan satu hadits dari Ali bin Abi Thalib. Ibnu Katsir –yang tentunya lebih mengerti hadits dari kita-kita yang awam– mengatakan sanad ini kuat dan bagus, karena Ibnu Katsir telah mempelajari status riwayat Sya’bi dari kitab biografi perawi hadits. Tidak ada salahnya kita yang awam ini membaca langsung terjemahan nukilan dari kitab biografi perawi, agar mendapat gambaran lebih jelas tentang status riwayat dari Sya’bi –yang nama lengkapnya adalah ‘Amir bin Syurahbil As-Sya’bi–:

Ibnu Ma’in, Abu Zur’ah dan ulama lain mengatakan bahwa Sya’bi adalah tsiqah, Al-‘Ijli mengatakan bahwa Sya’bi meriwayatkan hadits dari empat puluh delapan sahabat, dia lebih tua dari Abu Ishaq dua tahun, dan Abu Ishaq lebih tua dua tahun dari Abdul Malik, dia tidak me-mursal-kan hadits kecuali hampir seluruhnya adalah shahih. (Tahdzibut Tahdzib, jilid. 5, hal. 59).

Pada halaman yang sama Ibnu Hajar menukil ucapan Al-‘Ajurri dari Abu Dawud: “Mursal dari Sya’bi lebih aku sukai dari pada mursal yang datang dari An-Nakha’i.”

Ditambah lagi dengan riwayat dari Syarah Nahjul Balaghah, karya Ibnul Maitsam dan Ibnu Abil Hadid yang menguatkan riwayat ini.

Allah menyebutkan salah satu sifat golongan muttaqin –orang bertakwa– dalam surat Ali Imran, ayat: 134, yaitu mereka yang memaafkan kesalahan manusia.

Tidak layak kita menyimpan dendam dalam hati selama bertahun-tahun, tanyakan pada diri kita apa manfaat yang kita dapatkan dari menyimpan dendam? Yang kita dapat adalah rasa marah, tidak ada manfaat yang kita dapat. Sebaliknya, maaf dapat membuat hati kita tenang dan lapang, selain itu kita juga mendapat berita gembira dari Allah, apakah kita tidak ingin mendapat ampunan dari Allah??

15. Candraershí Mcfc - Senin, 13 Februari, 2012

mam Ali adalah penghitung amal perbuatan di hari Kiamat, “Sesungguhnya (hanya) kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.”

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, perjalanan sejarah ahlul bayt dan jejak-jejaknya tak pelak terus memunculkan banyak wacana di tengah umat, mulai dari zaman sahabat, tabi’in, bahkan hingga hari ini

Satu di antara sekian banyak fitnah yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin adalah adanya pengagungan yang berlebihan dari kalangan orang-orang yang mencintai ahlul bayt, terutama terhadap Imam Ali bin Abi Thalib RA, sehingga menempatkannya pada kedudukan yang beliau sendiri tidak pernah ridha terhadap hal itu.

Pengagungan yang berlebihan itu kemudian melahirkan fitnah berikutnya, yakni fitnah adanya hubungan yang tidak baik antara ahlul bayt dan para sahabat Nabi SAW. Padahal, sejumlah fakta membuktikan dengan jelas bahwa kasih sayang antara ahlul bayt dan para sahabat Nabi SAW tetap terjalin dengan baik, sebab mereka adalah anak didik Rasulullah SAW yang telah mereguk nilai-nilai kasih sayang langsung dari sumbernya yang sama, yaitu Rasulullah SAW.

Perjalanan panjang sejarah telah menjadikan dua fitnah ini sebagai embrio yang melahirkan dua golongan besar di tengah kaum muslimin, yang masing-masing golongan berada pada sisi yang berbeda dengan pandangan dan keyakinannya masing-masing. Dua golongan besar itu adalah Ahlussunnah wal Jama’ah dan Syi’ah.

Pandangan Syi’ah yang ekstrem terhadap ahlul bayt dan para sahabat bukanlah sesuatu yang baru dalam panggung sejarah kaum muslimin. Meskipun tetap diakui bahwa, dalam keekstreman itu, kaum Syi’ah pun terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil dan besar dengan kadar keekstreman yang berbeda-beda pula. Dan semua pandangan dan doktrin itu telah tertulis di dalam karya-karya para ahli ilmu di kalangan mereka dari generasi ke generasi.

Di antara buku-buku Syi’ah yang baru-baru ini beredar dari kalangan Syi’ah di Indonesia adalah buku yang berjudul Ali Oyene-e Izadnemo, yang ditulis oleh Abbas Rais Kermani dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Kecuali Ali.

Secara garis besar, sebagaimana laiknya karya-karya ulama Syi’ah, buku ini berisi tentang dua hal: Pertama, pengagungan terhadap Imam Ali RA menurut pandangan dan doktrin kalangan Syi’ah, yang dalam pandangan kalangan Ahlussunah dinilai sebagai pandangan ekstrem dan mengada-ada. Kedua, berisi tentang hujatan kaum Syi’ah terhadap keadilan para sahabat Rasulullah SAW, terutama terhadap para Khulafaur Rasyidin, yang mereka anggap telah merampas hak-hak ahlul bayt, terutama Imam Ali bin Abi Thalib RA.
***
Penulis misalnya menyatakan: Ketika Imam Ali AS di pembaringannya (saat-saat menjelang ajalnya), semua makhluk datang menemuinya karena beliau bisa berbicara dengan bahasa dunia dan akhirat. Bendera “al-Hamd” berada di tangannya.

Rasulullah SAW berkata, “Wahai Ali, sesungguhnya bendera ‘al-Hamd’ akan bersamamu (berada di tanganmu) di hari Kiamat….”

Ali AS dengan benderanya, di bawah naungan arsy, datang dan berdiri di sisi Rasulullah SAW. Dengan bendera itu dia menuju surga. Bagaimanapun juga, Adam AS dan anak-cucunya (Bani Adam) akan berada di bawah naungan bendera itu.

Dia akan menjadi neraca segala perbuatan sebagaimana yang disebutkan dalam doa ziarah kepada beliau AS, “Salam bagimu, wahai neraca segala perbuatan.”

Keimanan dan perbuatan kaum mukmin haruslah sesuai dengan keimanan dan perbuatan Imam Ali AS. Melalui perhitungan ini, salah satu makna dari “neraca” di hari Kiamat adalah Imam Ali AS.

Imam Ali adalah penghitung amal perbuatan di hari Kiamat, “Sesungguhnya (hanya) kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.”
***
Pada akhirnya, marilah kita merenungkan ungkapan Imam Ali RA, beliau berkata, “Ada orang-orang yang karena kecintaannya kepadaku mereka masuk neraka, dan ada pula orang yang karena kebenciannya kepadaku mereka masuk neraka.”

Imam Ali RA juga berkata, “Ada dua orang yang pasti binasa karena diriku; orang yang mencintaiku secara berlebih-lebihan karena sesuatu yang tidak ada pada diriku, dan orang yang dicekam kebencian terhadap diriku hingga mendustakan diriku.”

16. Laabujahal - Minggu, 14 Desember, 2014

Pembenaran atau dalih apapun dari Abu bakar r.a . Tetap saja Abu bakar r.a telah menyelisihi perkataan Rasulullah saw yg lain, yaitu Hadits Tsaqalain. Boleh dikata argumen Abu Bakar r.a tsb termansukh oleh Hadits Tsaqalain, dan Fathimah r.a merupakan Ahlu Bayt yg terkait erat dgn Hadits Tsaqalain tsb yg harus menjadi salah satu pedoman umat Islam sepeninggal Rasulullah saw, tidak terkecuali Abu Bakar r.a . Terkait Fadak ini, Abu Bakar r.a tidak tunduk pada Hadits Tsaqalain dan juga tidak menjadikan Ahlu Bayt sbg pedoman Beliau r.a . Karena telah jelas dlm Al Quran bahwa orang beriman itu disuruh selalu Taat pada Allah dan Rasul.Nya. Inilah kesalahan Abu Bakar r.a, tidak mau tunduk pada kebijakan Fathimah r.a selaku Ahlu Bait nabi Muhammad saw.
Nauzubillah..
Memahami Fadak harus dgn hati bersih sebersih bersihnya..


Tinggalkan Balasan ke Laabujahal Batalkan balasan