jump to navigation

Kenakanlah Bala’ Sebagai Jubahmu! (Bag.2) Senin, 5 November, 2007

Posted by Quito Riantori in All About Ahlul Bayt, All About Love, Artikel, Bilik Renungan, Khazanah Hikmah Ahlul-Bayt.
trackback

baquba_05

UJIAN KEFAKIRAN
Rasulullah saww besabda kepada sahabat setianya Abu Dzarr al-Ghifarri ra, ”Jika engkau mencintai kami (Ahlul Bait) maka bersiap-siaplah mengenakan kefakiran sebagai perisaimu. Karena sesungguhnya kefakiran itu lebih cepat datangnya kepada orang-orang yang mencintai kami ketimbang air bah dari tempat tinggi yang meluncur ke tempat yang paling rendah.” 88]

Kefakiran adalah salah satu keadaan yang paling ditakuti oleh manusia. Banyak sekali hadits dan ujaran-ujaran hikmah yang menjelaskan bahaya dan tercelanya kefakiran, bahkan Rasulullah saww, para Imam dan orang-orang suci pun berdoa kepada Allah demi berlindung darinya.

Imam Ali as berkata, ”Barangsiapa yang mencintai kami Ahlul Bait, maka hendaklah ia bersiap-siap mengenakan kefakiran sebagai jubahnya (atau perisainya)89]

KEBAHAGIAAN KITA TERSEMBUNYI DI BALIK COBAAN
Pergulatan seseorang di dalam menghadapi cobaan hidup merupakan hal yang realistis dan merupakan tangga untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Pergumulan dalm menghadapi kesulitan hidup beserta konflik-konfliknya merupakan hukum kemajuan, dan karakteristik pertempuran yang mencakup chaos dan keguncangan adalah suatu yang menyempurnakan alam. Lewat tanggung jawab, kesengsaraan dan penderitaan, seseorang dapat mencapai tingkat kesempurnaannya.

Penderitaan adalah suatu yang rasional dan merupakan tanda kehidupan yang mendorong lahirnya perbaikan. Kehidupan bukan diciptakan untuk kesenangan yang sementara ini, melainkan untuk transformasi menuju kesempurnaan. 90]

Hubungan antara kesulitan dan kemudahan merupakan suatu kemestian. Al Qur’an Yang Mulia menjelaskan dalam firman-Nya : “Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan!” (QS 94 : 5-6) Al-Qur’an tidak mengatakan “setelah kesulitan ada kemudahan”, namun mengatakan : “bersama kesulitan itu ada kemudahan!”. Maknanya adalah bahwa kemudahan itu berada di dalam kesulitan dan berdampingan dengannya.

Mawlawi Rumi mengatakan
Sesuatu itu tersembunyi pada kebalikannya.
Kehidupan tersembunyi di balik kematian dan cobaan.

Diriwayatkan dari Sa’ad ibn Thariif, bahwa ia berkata, ”Suatu hari aku sedang bersama Imam Muhammad al-Baqir as, tak lama kemudian datang Jamil al-Arzaq lalu mendatangi Imam seraya berkata,”Ingatlah oleh kalian akan bala’-bala’ yang menimpa pengikut Ahlul Bait”.

Imam Muhammad al-Baqir as pun berkata, ”Anas bin Malik dan Abdullah bin Abbas juga datang dan mengingatkan Ali bin Husain (Zainal ‘Abidin as) sama seperti apa yang engkau katakan, lalu ia pun mendatangi al-Husain as menceritakan apa yang dikatakan oleh Anas dan Ibn Abbas, maka (Imam) al-Husain as berkata,”Demi Allah! Bala’, kefakiran, dan pembantaian lebih cepat datangnya kepada orang-orang yang mencintai kami daripada larinya kuda-kuda Arab! Dan bahkan lebih cepat daripada turunnya air bah ke shamar-nya”. Aku bertanya,”Apa itu al-shamar?”. Imam al-Husain as berkata,”Dasarnya! Dan kalau keadaanmu tidak seperti itu, sungguh kami melihat kalian bukan dari golongan (pengikut) kami!91]

Kita tidak perlu menghindar atau lari dari kesulitan di dalam menetapi kebenaran. Jika kita lari dari kesulitan, maka kita akan menemui kesulitan lainnya dalam bentuk yang berbeda. Tetapi jika kita menembus kesulitan dengan keteguhan hati di dalam mencintai Ahlul Bait, niscaya kita akan menemui cahaya cinta-Nya. Yang terpenting dari semua ini adalah kesiapan dan kesediaan (keridhaan) kita untuk menerima dan menembus bencana dan bala’ (entah itu kefakiran, pengucilan bahkan kematian sekali pun) demi memperoleh ridha dan cinta-Nya.

Imam Ali as berkata, ”Sesungguhnya manakala Allah mencintai seorang hamba maka Allah akan menenggelamkan sang hamba ke dalam berbagai musibah dan kesulitan.” 92]

Kesusahan, kesulitan dan penderitaan merupakan pengantar kesempurnaan dan kemajuan. Cambukan-cambukkan hidup justru akan melahirkan gerakan, potensi dan gairah semangat. Seperti yang dikatakan Rumi, bahwa Sesuatu itu tersembunyi pada kebalikannya, maka kebahagiaan sejati tersembunyi di balik semua penderitaan dan musibah. Kesulitan dan bencana merupakan keharusan bagi kesempurnaan manusia.

Sekiranya cobaan dan penderitaan itu tidak ada niscaya tidak akan ada pula apa yang disebut al-insan atau manusia. Al Qur’an mengatakan : ”Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia dalam kepayahan.” (QS 90 : 4)

Yaitu bahwa Allah menciptakannya di tengah-tengah penderitaan dan kesulitan. Dengan demikian manusia harus menanggung kesulitan dan menghadapi bencana dan musibah, sehingga ia dapat meraih eksistensi yang layak untuknya. 93]

Ibn ‘Arabi mengatakan :
“Segenap eksistensi adalah kemudahan,
sedangkan kemudahan adalah rahmat,
sekalipun menempuh jalan ini meletihkan,
namun keletihan itu adalah keletihan kemudahan”94]

POHON POHON DI PADANG TANDUS LEBIH KUAT BATANGNYA KETIMBANG POHON POHON DI TAMAN
Imam Ali as telah menulis sepucuk surat kepada Utsman bin Hunaif, yang telah ditunjuknya sebagai Walikota Basrah, ketika ia mendengar bahwa pejabatnya itu pergi ke rumah seorang warga kota yang mengadakan pesta ekslusif yang hanya dikhususkan untuk orang-orang kaya saja :

“Amma ba’du. Telah sampai ke pendengaranku bahwa seorang hartawan kota Basrah mengundangmu ke sebuah pesta makan, dan Anda telah bergegas ke sana guna menikmati aneka hidangan yang lezat di atas nampan-nampan yang datang bergantian.

Sungguh aku tidak mengira bahwa Anda akan memenuhi undangan seperti itu. Makan di suatu tempat yang orang-orang miskinnya dilupakan, dan orang-orang kayanya diundang. Pikirkanlah baik-baik apa yang Anda makan dari makanan itu. Apa pun juga yang Anda ragukan, buanglah jauh-jauh. Dan apa saja yang Anda yakini kebersihan asalnya, ambillah untukmu.

Ketahuilah bahwa bagi setiap makmun (pengikut) ada seorang imam (yang diikuti) yang dapat ia jadikan sebagai teladan dan bersuluh dengan sinar ilmunya. Dan sesungguhnya Imam kalian (Imam Ali sendiri) telah merasa cukup dari dunia ini dengan dua pakaian buruknya dan dua kerat roti untuk makannya. Sungguh kalian takkan sanggup berbuat seperti itu, tetapi bantulah aku dengan kebersihan jiwa, kesungguhan hati, kehormatan diri dan kebenaran laku.

Demi Allah, tiada secuil emas atau perak dari dunia kalian ini pernah kusimpan. Tiada harta apa pun darinya pernah kutabung. Tiada sepotong baju pun telah kusiapkan pengganti pakaianku yang lusuh. Tiada sejengkal tanah pun yang kumiliki. Dan tiada kuambil untuk diriku lebih daripada makanan seekor keledai yang renta. Sungguh, dunia ini dalam pandanganku lebih rapuh dan lebih remeh daripada sebatang ‘afshah yang pahit buahnya….

Sungguh, jiwaku ini telah kujinakkan dengan takwa, agar ia datang dengan tenang dan tenteram di Hari Ketakutan yang dahsyat, dan agar selamat melintasi titian yang licin, kelak.

Namun, mustahil aku ‘kan dikalahkan hawa nafsuku, dan tak mungkin aku ‘kan didinding oleh kerakusan untuk memilih-milih berbagai macam makanan, sedangkan di sana, entah di negeri Hijaz atau Yamamah, masih ada manusia yang tak memimpikan sepotong roti ataupun pernah merasakan kekenyangan ! Akankah aku tidur dengan perut kenyang sementara di sekelilingku masih banyak perut-perut lapar dan jiwa-jiwa dahaga ?!

Pantaskah aku merasa puas disebut sebagai Amir Al-Mukminin, sedangkan aku tidak ikut bersama mereka menanggung beban kesulitan ? Padahal aku tidak dicipta guna disibukkan dengan aneka makanan yang lezat….

Barangsiapa ada di antara kalian yang berkata : “Kalau hanya seperti ini makanan ‘putra Abi Thalib’, pasti ia terlalu lemah untuk terjun ke dalam medan laga bila berhadapan dengan musuh yang tangguh, atau melawan para pemberani !”

Namun sesungguhnya pohon-pohon di padang tandus lebih kuat batangnya, sedangkan yang hijau menawan jauh lebih lunak. Demikian pula kayu pepohonan di tempat-tempat yang gersang lebih kuat nyala apinya dan lebih lambat padamnya.

Aku adalah saudara Rasulullah saww, bagai sepasang pohon kurma dari akar yang satu, atau seperti batang lengan dengan pangkalnya. Demi Allah, sekiranya seluruh bangsa Arab bersatu padu untuk memerangiku, aku takkan sekali-kali berpaling lari dari mereka, niscaya kubergegas melakukannya.

Dan aku akan bersungguh-sungguh berdaya-upaya menyucikan bumi ini dari setiap pribadi yang menyimpang dan menyeleweng, sehingga tersaringlah mereka yang benar-benar beriman dari para pembangkang dan yang berpura-pura….” 95]

Imam Ali as mengatakan bahwa syarat-syarat tertentu untuk makanan (gizi dan nutrisi yang kurang misalnya) dan makanan yang sederhana tidak akan membatasi kemampuan seseorang, dan tidak pula membuatnya menjadi lemah.

MENGAPA MEREKA BISA DIKALAHKAN?
Mungkin cukup kontekstual jika saya mengambil contoh sejarah dimana pasukan Mongol berhasil menaklukkan Dinasti Abbassiyyah dengan mudah, padahal kita tahu pada masa itu bangsa Mongol hidup dalam taraf yang sangat bertolak belakang dengan orang-orang dari Dinasti Abbassiyyah.

Orang-orang Dinasti Abbassiyyah hidup makmur, berfoya-foya dan sudah melupakan segala tanggung jawab moral mereka. Sebaliknya tentara Mongol hidup penuh prihatin, penuh disiplin dan memiliki tujuan-tujuan hidup yang lebih terarah ketimbang orang-orang Dinasti Abbassiyyah.

Sikap hidup seperti itulah yang membuat orang-orang Mongol menjadi kuat dan tegar, sementara kemakmuran dan kesejahteraan orang-orang Dinasti Abbassiyyah menjadikan diri mereka lembek, rapuh, dan tentu saja mental mereka tidak sekuat bangsa Mongol.

Alasan-alasan yang sama juga bisa kita lihat pada sikap hidup tentara Amerika Serikat yang manja ketika mereka mencoba menaklukkan bangsa Vietnam Utara (Vietkong) yang hidup dibawah taraf kemiskinan. Tetapi tidak boleh dilupakan bahwa mental dan tanggung jawab moral bangsa Vietnam saat itu jauh lebih unggul ketimbang tentara Amerika yang dimanjakan oleh budaya Rock and Roll, obat bius (narkoba) dan foya-foya. Mereka yang telah terbiasa hidup menderita, umumnya, lebih kuat secara mental ketimbang mereka yang terbiasa hidup berfoya-foya. Saat ini musuh-musuh Islam adalah bangsa-bangsa yang makmur dan kuat secara ekonomi dan militer, dan sementara kaum Muslim belum lagi sebanding dengan mereka. Namun janji-janji Allah Swt membuktikan bagaimana Hizbullah Lebanon bisa mempecundangi Zionis Israel. Dan bukan mustahil jika Republik Islam Iran bisa mengalahkan AS seperti yang dilakukan Vietnam pada mereka. Who knows?

Imam Ali as mengatakan, ”Pohon-pohon yang tumbuh di padang tandus atau di hutan liar, yang tidak diawasi dan tidak dipelihara, ternyata batang-batangnya lebih kuat dan usianya lebih panjang. Sebaliknya, pohon-pohon yang tumbuh di taman-taman yang selamanya dipelihara oleh tukang kebun dan senantiasa dirawat ternyata lebih rentan di dalam menghadapi kesulitan dan umurnya lebih pendek”.

Inilah salah satu dari Sunatullah!

Awas, berhati-hatilah,
Jangan mengeluh dengan dingin
atas sikap acuh tak acuhmu!
Carilah kepedihan!
Carilah kepedihan!
Kepedihan, kepedihan!

(Rumi, Matsnawi, VI, 4303-4304)

Laa hawla wa laa quwwata illa billah.

Catatan Kaki :
81] HR Al-Bukhari.
82] Nahjul Balaghah, hal. 296, Subhi Shalih.
83] Murtadha Muthahhari, Ceramah Ceramah Buku Kedua, hal. 221-222.
84] Al-Bihar 71 : 83, al-Hayah 1 : 94.
85] Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, hal. 146-147.
86] Ghurar al-Hikam : 349, al-Hayah 1 : 94.
87] Binyamin Abrahamov, Rindu Tiada Akhir, hal. 67.
88] Kanz al-‘Ummal hadits no. 16642, 16645, 16644, 16648.
89] Kanz al-‘Ummal hadits no. 37615.
90. Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi hal. 141-142.
91] Bihar al-Anwar 67 : 246.
92] Nahj al-Balaghah, Hikmah ke 90.
93] Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, hal. 143.
94] Willian C. Chittick, The Sufi Path of Knowledge, hal. 120.
95] Muhammad al-Baqir, Mutiara Nahjul Balaghah, hal. 93-95, Syarif Radhi, Nahjul Baghah, surat ke 45.

Komentar»

1. RETORIKA - Senin, 5 November, 2007

bukankah mongol saat itu dipimpin oleh kubilai khan, seorang panglima perang nomaden yang luar biasa hebat namun sederhana – bahkan kekaisaran roma pun di libas dengan mudah olehnya ?

2. Quito Riantori - Rabu, 7 November, 2007

Setahu saya, saat itu Mongol dipimpin oleh Jengis Khan bukan Kubilai Khan dan setahu saya Kubilai Khan sudah Muslim sedangkan Jengis Khan belum.

3. eagle - Selasa, 20 November, 2007

apakah kemudian pecinta ahlul bait sejati harus menjadi miskin secara materi ?

4. Quito Riantori - Selasa, 20 November, 2007

Tidak harus, tetapi sebuah konsekwensi logis.


Tinggalkan Balasan ke Quito Riantori Batalkan balasan