jump to navigation

WAHABI PRODUK KOLONIAL (Bagian Pertama) Senin, 28 September, 2015

Posted by Quito Riantori in About Wahabism-Salafism, Artikel.
trackback

Kaum Globalis dan Kaum Islami

Mengobarkan “Pembenturan Peradaban” Bagi Tatanan Dunia Baru

Pendahuluan

Sebagaimana pemerintah Amerika yang dipimpin penguasa Bush, peperangan yang disebut “War On Terror” dengan rencana menyerang dan menggulingkan Irak, sekutu setia Amerika dalam upaya ini adalah pemerintah Inggris Tony Blair. Penelitian berikut akan kita lihat pada sejarah wilayah tersebut bahwa Amerika telah terjerat dalam, sebuah wilayah yang dulunya, dan sampai tingkat tertentu masih dan hampir seluruhnya dikuasai oleh Inggris. Apakah “War On Terror” ini saat ini benar-benar perang untuk membawa kebebasan terhadap wilayah tersebut dan untuk mempromosikan cita-cita tradisional Amerika, ataukah sekedar permainan kekuatan untuk memperkuat hegemoni global Amerika global? Dan apa yang harus didapatkan Inggris?

Inggris tampaknya menjadi sekutu terbesar kami tetapi harus dipahami bahwa geo-strategi Inggris merupakan tuan dari manipulasi politik dan subversi. Bahkan sebagaimana imperium kolonial Inggris yang secara fisik sedang menurun, pada paruh pertama abad ini, mereka sudah membangun kerangka kerja untuk kerajaan global yang sepenuhnya berbasis pada warisan Cecil Rhodes dengan memanfaatkan sumber daya para super-kapitalis dan pemodal dari New York dan London. Para elite ini mungkin, terutama yang berkebangsaan Inggris dan Amerika, menolak demokrasi dan konstitusi Amerika dan berusaha melawan kepentingan terbaik warga negara Inggris, Amerika dan internasional. Dengan mempelajari sejarah Timur Tengah, dan manipulasi elitis itu, kita mungkin dapat memprediksi apa yang akan terjadi setelah tekanan terakhir dari Kekaisaran Amerika ini.

I. Inggris Menguasai Timur Tengah
II. Inggris dan Mesir
III. Penggulingan Demokrasi Pertama Iran
IV. Perang Inggris Melawan Nasser
V. Islam Berpaling Dari Barat
VI. Afganistan, Pakistan ISI dan BCCI

I. Inggris Menguasai Timur Tengah

Sebagaimana didokumentasikan dalam buku F. William Engdahl “A Century of War” – Politik Minyak Anglo-Amerika dan Tatanan Dunia Baru, kepentingan Inggris di Timur Tengah terusik ketika para pemimpin itu menyadari bahwa minyak akan menggantikan batubara sebagai sumber energi masa depan. Pada pergantian abad, Inggris tidak memiliki akses tangan pertama minyak dan tergantung pada Amerika, Rusia atau Meksiko untuk persediaannya. Ini dengan cepat dipahami sebagai situasi yang tidak dapat diterima dan melalui intrik yang melibatkan mata-mata Inggris Sidney Reilly dan ahli geologi serta insinyur Australia William Knox d’Arcy, Britania mampu mengamankan hak pengeboran minyak Persia dari raja Persia Reza Khan. D’Arcy dibayar sebesar $ 20.000 tunai untuk hak memanfaatkan minyak Persia sampai 1961, dengan royalti 16% dari seluruh penjualan yang masuk ke kantong Shah. Perusahaan Inggris Reilly membujuk d’Arcy bersekutu yang kemudian dikenal sebagai Anglo-Persian Oil Company, inilah cikal bakal perkasa British Petroleum (BP).
Namun, bahkan dengan pasokan minyak Persia, Inggris kalah dalam mengamankan cadangan minyak Timur Tengah ketimbang Jerman. Pada tahun-tahun sebelum Perang Dunia I Jerman telah menikmati ledakan ekonomi yang mengagumkan dan ini dibantu oleh aliansinya – Kekaisaran Ottoman – yang memungkinkan aksesnya untuk cadangan mereka menjadi luas. Pada tahun 1889 Jerman berhasil mengeluarkan kesepakatan untuk membiayai, melalui Deutsche Bank, jalur kereta api dari Konstantinopel ke Anatolia, dan kemudian pada tahun 1899 kesepakatan akhir pun diselesaikan melalui penandatanganan atas jalur kereta api Berlin-Baghdad.
Inggris memastikan bahwa jalur kereta api ini tidak pernah selesai melalui penggunaan sekutunya Serbia, yang berdiri di tengah-tengah aliansi Jerman yang termasuk Austro-Hungaria, Bulgaria dan Kekaisaran Ottoman. Perang Dunia I secara umum dapat dipahami dipicu oleh peristiwa pembunuhan atas Archduke Austria Ferdinand oleh seorang pembunuh Serbia. Serbia memang memainkan peran kunci dalam Perang Dunia I, tetapi konflik itu bukan hanya akibat dari peristiwa soliter ini. Sebenarnya Perang Dunia I dipicu oleh Inggris agar mereka bisa mengontrol minyak, yang diramalkan secara geo-strategi sebagai sumber daya paling penting di dunia yang sedang dibutuhkan. ( 1 )
Pada tahun 1916, di puncak Perang Dunia I, Inggris berhasil mengeluarkan kesepakatan bersama Perancis, Italia dan Rusia yang dikenal sebagai Perjanjian Sykes-Picot, maka Kekaisaran Ottoman pun menjadi koloni Barat. Perjanjian rahasia inilah yang menciptakan perbatasan-perbatasan sewenang-wenang yang sekarang ini kita sebut sebagai negara Yordania, Suriah, Lebanon, Irak dan Kuwait. Inggris berencana mengontrol Teluk Persia yang kaya minyak melalui Irak dan Kuwait, dan juga akan menguasai Palestina dan Yordania. Perancis akan menerima Suriah dan Lebanon, Italia dijanjikan menjadi bagian dari Anatolia, dan beberapa pulau-pulau Mediterania dan Rusia menjadi bagian dari Armenia dan Kurdistan.
Selama perang Inggris, lebih dari 1,4 juta tentara dialihkan dari Front Barat untuk melawan Ottoman di timur. Sementara itu 1,5 juta orang Perancis tewas dan 2,6 juta menderita cedera dalam parit, Inggris memperoleh kemenangan demi kemenangan di Timur Tengah. Setelah perang berakhir, Inggris terus mempertahankan lebih dari satu juta tentara di wilayah itu, dan pada tahun 1918 Jenderal Inggris Allenby secara de-facto merupakan diktator militer atas hampir seluruh Arab Timur Tengah tersebut.( 2 )
Sementara T.E. Lawrence mengarahkan pemberontakan Arab melawan Ottoman atas nama Inggris, ia telah meyakinkan sekutu Arab bahwa Inggris akan menghormati keinginan mereka demi merdeka, tetapi setelah perang janji-janji ini pun diabaikan. Selama perang, Deklarasi Balfour yang terkenal pun juga dicetuskan. Surat perjanjian antara Lord Balfour dan Lord Rothschild itu menjanjikan dukungan resmi Inggris atas sebuah negara Yahudi di Palestina. Fakta yang jelas bahwa orang-orang Arab ditipu, dikhianati dan diperalat Inggris untuk menguasai wilayah yang mengandung cadangan minyak yang dikenal terbesar di dunia.
Dalam perang melawan Kekaisaran Ottoman Inggris mendapat dukungan dari dua pemimpin penting Arab. Yang pertama adalah Hussein I dari dinasti Hashemit, sebuah dinasti yang ditelusuri garis keturunannya langsung kembali ke Nabi Muhammad. Dia adalah penguasa wilayah Hijaz yang mencakup Mekkah dan Madinah dan Inggris pun menyatakan statusnya “suci” hanya untuk memaksimalkan dukungan dari rakyatnya. Pemimpin kedua yang menonjol di Arab, yang pada akhirnya dikendalikan Inggris adalah Ibnu Saud, pemimpin sekte Wahhabi suku Arabia tengah. Ibnu Saud menggunakan pendanaan Inggris untuk meningkatkan posisinya sebagai tokoh agama dan untuk membeli dukungan dari Badui.
Setelah Ottoman dikalahkan dan perjanjian Sykes-Picot dan Balfour terungkap, Hussein pun menyadari pengkhianatan yang telah mencundanginya dan dia pun turun tahta. Ketiga anaknya; Ali , Faisal dan Abdullah kemudian mencoba keberuntungan mereka di pemerintahan Arab.
Pangeran Ali mengambil alih Hijaz, namun kalah pada 1925 dalam perang dengan pasukan Inggris yang didukung Ibnu Saud. Saudi Arabia pun memerintah sejak itu. Kesalahan terbesar Inggris adalah kurang berminat pada orang-orang Saudi dan orang-orang padang pasir Arab, inilah yang memungkinkan datangnya Standard Oil of California dan membeli hak untuk mencari minyak di Arab Saudi seharga $ 250.000 pada tahun 1933 ( 3 ). Sejak saat itu keluarga kerajaan Saudi telah menikmati hubungan yang sangat khusus dengan Amerika Serikat.
Pangeran Faisal, yang telah bekerja dengan T.E. Lawrence dan menaklukkan Damaskus dari Dinasti Utsmani (Ottoman), membuat klaim untuk menguasai “pemerintahan Perancis” di Suriah pada tahun 1920, tetapi Perancis mengakhiri upaya ini selama hanya empat bulan. Faisal kemudian terbang ke Inggris dan setahun kemudian ia didaulat kembali, sebagai seorang pangeran Sunni, ia diberi wilayah yang didominasi Syiah Irak untuk memerintah sebagai raja. Faisal I memerintah sampai kematian menjemputnya pada tahun 1933. Putranya Ghazi memerintah Irak sampai ia wafat pada tahun 1939, diikuti oleh Ghazi putra Faisal II, raja terakhir dari Irak , yang tewas dalam kudeta militer pada tahun 1958.
Dinasti Hasyimiyah berlanjut hingga hari ini hanya melalui ketiga trio putra Hussein. Pangeran Abdallah yang diberi tanah Trans-Jordan untuk memerintah pada tahun 1921 dan sebagai raja ia mempertahankan sikap pro-Inggris yang kuat, meskipun pengkhianatan terlihat pada ayahnya. Abdallah mengerti bahwa tidak ada masa depan bila menentang majikan, dan Inggris menggunakan dia hanya untuk memantau kemarahan rakyatnya sendiri, hal ini berkaitan dengan keinginan Inggris untuk mendirikan negara Yahudi di Israel yang menjadi pusat perhatian di sana. Raja Abdallah tewas di Masjid Al Aqsa pada tahun 1951, dan cucunya yang baru berusia enam belas tahun – Hussein – naik takhta. Raja Hussein memerintah sampai kematiannya tiba pada tahun 1999, dan putranya Raja Abdullah sekarang memerintah Kerajaan Yordania.
Berkaitan dengan fokus utama artikel ini, pokok utama yang harus dipahami dari catatan sejarah adalah sikap sinis di mana agama Islam telah digunakan oleh Kerajaan Inggris untuk tujuan-tujuan politik Inggris ke depan. Dalam buku yang ditulis sejarahwan Arab Said Aburish, “A Friendship Brutal” – Barat dan Elite Arab, penulis mengidentifikasi tiga tahap yang berbeda antara hubungan Islam dengan Barat pada abad ke-20.(4)
Tahap pertama, menurut Aburish, adalah fase segera setelah Perang Dunia I. Para pemimpin Arab telah ditipu dan dikhianati, tetapi mereka masih bergantung pada Inggris untuk memungkinkan mereka memerintah kaum Arab.
Ibnu Saud adalah pemimpin sekte Wahhabi, dan Inggris mengakui pengaruhnya sebagai tokoh agama dan didanai untuk menaklukkan seluruh Arab.
Orang-orang Hasyimiyah merupakan kekuatan tradisional Arab terkuat, tetapi tulang punggung mereka rusak ketika Ibnu Saud mengusir mereka dari Mekkah dan Madinah. Dalam keadaan “menyedihkan” ini Inggris kemudian menempatkan Abdallah dan Faisal di Yordania dan Irak. Para pangeran Hasyimiyah ini adalah orang luar, setidaknya, tetapi Inggris memainkan kartu agama agar segalanya menjadi layak dan membenarkan tindakan-tindakan mereka terhadap orang-orang Arab melalui keturunan Hasyimiyah yang silsilahnya berujung kembali ke Muhammad. Tentu saja setiap orang Arab akan senang bisa diperintah oleh klan “suci” seperti kaum Hasyimiyah!
Inggeris menggunakan Islam di Palestina, juga pada tahun 1921, mereka merekayasa pemilihan umum pilihan mereka, Haji Amin Husseini, keturunan Muhammad, ke pos Mufti Agung Yerusalem. Di Palestina, hampir semua keluarga Arab elit segera merasa untung bila menjadi pro-Inggris, dan Mufti Agung mempertahankan sikap ini juga, setidaknya sampai 1936 ketika pembentukan segera Israel Yahudi memaksanya untuk pada akhirnya mendukung keinginan umatnya. ( 5 )
Mengenai tahap pertama hubungan Islam Aburish menulis, “Semua pemimpin politik saat itu tergantung pada Islam untuk melegitimasi dan semua pemimpin politik yang pro-Inggris. Islam adalah alat untuk melegitimasi kekuasaan , tirani dan korupsi dari para pemimpin Arab, untuk Barat, Islam dapat diterima, itu bisa dan digunakan “. ( 6 )
Fase dominasi orang-orang elit Arab ini, menggunakan Islam sebagai faktor pelegalisir, tidak bisa berlanjut sama sekali. Kekuatan yang bangkit untuk melawannya adalah nasionalisme Arab sekuler dan akhirnya berkisar pada pribadi Gamal Abdul Nasser. Gerakan ini berusaha untuk membebaskan Timur Tengah dari dominasi Barat dan pada saat yang sama sikap sinis terhadap Islam telah digunakan dengan sukses untuk menopang dan membenarkan kekuasaan kaum elit. Kami akan mengidentifikasi tahap kedua hubungan Islam-Barat yang dimulai dengan bangkitnya nasionalisme Arab, tetapi pertama-tama kita harus melihat terlebih dahulu sejarah singkat di Mesir

II. Inggris dan Mesir

Pada awal Perang Dunia I Mesir dikuasai Inggris selama lebih dari tiga puluh tahun. Sementara Islam digunakan Inggris untuk menggulingkan Utsmani dan menopang negara-negara klien mereka di luar Mesir, di Mesir mereka menemukan bahwa Islam bukanlah aset lunak seperti itu, setidaknya tidak selama Inggris tetap sebagai penjajah.
Pengaruh Barat atas Mesir dimulai pada 1798, ketika Napoleon menyerbu Mesir untuk mengancam rute perdagangan Inggris ke India. Ini adalah penaklukan utama pertama dan menentukan bagi bangsa Arab Muslim dalam sejarah Islam dan menandai awal dari turunnya kebanggaan dan pengaruh Islam. Kekuasaan Napoleon tidak berlangsung lama, karena Inggris bersekutu dengan Utsmani (Ottoman) untuk sementara waktu guna mengusir Perancis hanya dalam waktu beberapa tahun saja.
Dari kekacauan ini muncul seorang komandan Albania dari tentara Ottoman bernama Muhammad Ali, yang membantu mengusir Inggris, setelah menjadi gubernur Mesir di bawah kekuasaan Ottoman. Ali menetralisir ancaman Mamluke, kemudian mengalihkan perhatiannya ke modernisasi Mesir. Setelah Ali meninggal penerusnya Abbas, kemudian Said Pasha memerintah Mesir. Said Pasha memulai Terusan Suez, kemudian penggantinya Khedive Ismail menyelesaikannya pada tahun 1869. Terusan ini dibiayai terutama oleh investor Perancis, tetapi pada saat itu Perancis secara jelas dikontrol Inggris. Setelah itu pengaruh Inggris di Mesir perlahan-lahan menjadi lebih kuat dan semakin kuat, pada awalnya dilakukan bukan melalui militer melainkan ekonomi. Ideologi Inggris “perdagangan bebas” pun diadopsi dan manufaktur Mesir serta industri pun menderita. Mesir segera menemukan dirinya tenggelam dalam hutang.
Pada tahun 1879 Ismail dipaksa turun dari kekuasaannya dan akhirnya digantikan oleh putranya Taufiq Pasha yang akhirnya menyerah dan secara efektif menyerahkan kontrol penuh perekonomian Mesir kepada Inggris. Pada tahun 1882 tentara Inggris mendarat dan menyelesaikan pengambilalihan Mesir. Mereka menduduki Mesir sampai 1956 ketika akhirnya diusir oleh Presiden Nasser.
Pada awal Perang Dunia I, Khedive Abbas melihat peluang untuk menyingkirkan Inggris dan ia mendesak dukungan rakyat bagi Ottoman. Dengan sigap Inggris langsung memecatnya dan digantikan pamannya Hussein Kamil untuk berkuasa. Setelah perang usai pasukan nasionalis di Mesir melakukan kampanye terus menerus melawan penjajah Inggris untuk kemerdekaan mereka, bahkan di Paris mereka melobi untuk meminta pengakuan internasional atas kemerdekaan mereka, tetapi keinginan mereka pupus ketika Amerika Serikat memihak Inggris.
Pada tahun 1922 Inggris mencabut “Status Protektorat” atas Mesir, tetapi mereka mempertahankan tanggung jawab atas “pertahanan” Mesir dan untuk melindungi orang-orang asing di Mesir. Mesir dikatakan telah mencapai ” kemerdekaan ” dan Raja Fuad I, keturunan dari Mohammad Ali, mengambil alih tampuk kekuasaan, meskipun pendudukan Inggris masih berlangsung.
Pada 1928 “Ikhwanul Muslimin” didirikan oleh seorang ustad Mesir bernama Hasan al-Banna. Ikhwanul Muslimin adalah sebuah kelompok agama “bawah tanah” yang dikenal publik melalui peningkatan pendidikan Islam dan kegiatan amalnya. Sebelum Perang Dunia II Intelijen Inggris menjalin hubungan dengan Ikhwanul melalui agen Freya Stark, petualang dan penulis Inggris ( 1 ). Hubungan rahasia ini digunakan untuk melacak keberadaan Jerman yang sedang berkembang di Afrika Utara dan untuk memperoleh informasi dari banyak gerakan politik yang berbeda-beda yang sedang bermunculan. Ikhwanul Muslimin tersebar di seluruh dunia Muslim dan berkembang menjadi sesuatu yang mirip dengan persaudaraan Muslim Masonik Barat. Ia menjadi salah satu organisasi teror Fundamentalis Islam yang pertama dan sering diamati.
Pada tahun-tahun sebelum Perang Dunia II, intrik Mesir berkisar pada tiga kamp utama Inggris, melakukan segala yang bisa mereka kerjakan untuk mempertahankan kontrol atas koloni mereka dan Terusan Suez, atas para royalis yang bersekutu dengan Raja Fuad, dan setelah 1935 atas anaknya Raja Farouk, dan atas partai nasionalis Wafd yang didukung oleh rakyat melalui parlemen Mesir yang telah dibentuk Inggris.
Ketika Perang Dunia II pecah, partai Wafd, setidaknya publik, mendukung sekutu karena mereka dituntun untuk percaya bahwa kemerdekaan penuh akan segera diperoleh setelah perang. Raja Farouk, bagaimanapun, lebih aman dalam mendukung sekutu dan secara pribadi berpegang pada simpatisannya, sementara banyak anggota dari barisan Ikhwanul Muslimin lebih condong mendukung Jerman juga. Jerman tidak ditakdirkan untuk membebaskan Mesir dari Inggris, bagaimanapun, poros ‘tentara Afrika Utara dikalahkan dalam Pertempuran El Alamein-pada bulan Oktober 1942 dan kemudian secara bertahap didesak keluar dari Afrika.
Setelah perang, baik Ikhwanul Muslimin maupun pengikut Partai Wafd, gelisah terhadap monarki represif Raja Farouk dan mereka melawan Inggris yang menunda penarikannya dari wilayah Mesir. Pada tahun 1949 Hasan al-Banna dibunuh oleh pemerintah Mesir, hal ini membuat marah kaum fundamentalis. Pada tahun 1952 Partai Wafd meraih kemenangan besar dalam pemilihan parlemen dan setelah Perdana Menteri Nahas Pasha dicabut pada tahun 1936, kesepakatan yang telah dibuat antara Farouk dan Inggris memungkinkannya untuk mengambil kendali atas Terusan Suez. Farouk segera memberhentikan Nahas Pasha dan merebaklah kerusuhan anti-Inggris. Sebuah komplotan rahasia perwira Angkatan Darat Mesir tingkat tinggi, yang menyebut diri mereka Perwira Merdeka, mengambil kesempatan ini dan melakukan kudeta, mengambil alih negara dan membuang Raja Farouk.
Perwira Merdeka ini dipimpin oleh Jenderal Muhammad Naguib, termasuk Gamal Abd al-Nasser dan Anwar al-Sadat. Setelah kejadian itu Naguib disingkirkan dan Nasser pun muncul sebagai orang yang berkuasa pada tahun 1954. Dia segera melarang Partai Wafd serta Ikhwanul Muslimin dan mulai memerintah sebagai diktator yang keras.
Nasser bertindak cepat dan berani dalam gerakannya untuk melaksanakan modernisasi dan industrialisasi Mesir serta untuk mengukuhkan kemerdekaan bangsanya. Dia mengulurkan tangan kepada Amerika Serikat dan Bank Dunia untuk membantunya membiayai pembangunan Bendungan Aswan, tetapi ditolak dan Nasser terpaksa beralih ke Soviet. Dia juga berusaha untuk meningkatkan pasukannya dan ditawarkan persenjataan oleh Barat tetapi dengan syarat, bahwa ia menjalankan negaranya untuk aliansi militer regional yang dikuasai Inggris. Nasser menolak, dan menandatangani kesepakatan senjata dengan Cekoslowakia pada tahun 1955.
Pada 26 Juli 1956 Nasser mengusir Inggris dari Zona Terusan Suez, kembali memegang kendali sepenuhnya atas Mesir untuk pertama kalinya sejak 1882. Tiga bulan kemudian Perang Suez dimulai. Israel mengambil alih Gaza dalam lima hari dan pasukan Inggris dan Perancis mengambil alih Zona Terusan. PBB mengutuk tindakan ini dan gencatan senjata disepakati pada tanggal 6 November. Terusan kemudian kembali ke tangan Mesir.
Sebagai buntut dari perang ini Nasser menjadi pahlawan bagi orang-orang Arab dan gerakan nasionalis sekuler bermunculan di seluruh Timur Tengah. Mesir bergabung dengan Suriah membentuk Republik Persatuan Arab pada tahun 1958, dan kemudian (Utara) Yaman membentuk federasi dengan mereka juga. Gerakan pan-Arab ini dicintai kaum Arab namun ditakuti oleh para pemimpin mereka. Aburish menulis,
“Pada 1950-an dan setelahnya, Barat menentang gerakan nasionalis Arab sekuler karena dua alasan: Hal itu menantang hegemoni regional dan mengancam kelangsungan hidup para pemimpin dan negara-negara klien khusus, tidak ada yang menghentikan gerakan sekuler dari bekerja sama dengan Uni Soviet, bahkan, sebagian besar dari mereka agak sosialis. Selanjutnya, gerakan sekulerlah yang paling menganjurkan berbagai skema persatuan Arab, sebuah serikat pekerja atau kebijakan terpadu, yang mengancam dan merusak rezim pro-Barat tradisional Arab Saudi, Yordania dan negara-negara klien lainnya. Barat melihatnya sebagai tantangan yang harus dipenuhi.” ( 2 )
Hal ini membawa kita ke tahap kedua hubungan Islam-Barat seperti yang didefinisikan Aburish. Ini adalah periode di mana Barat menggunakan Fundamentalisme Islam sebagai alat untuk mengacaukan atau menggulingkan rezim-rezim yang menolak didominasi oleh Barat.

III. Penggulingan Demokrasi Pertama Iran

Dari awal Central Intelligence Agency Amerika (CIA), telah mempertahankan hubungan yang sangat erat dengan intelijen Inggris dan ini terbukti dengan rincian kudeta Mossadegh di Iran pada tahun 1953, yang menandai awal dari tahap kedua.
Dr. Muhammad Mossadegh adalah seorang pemimpin seumur hidup dari gerakan nasionalis Iran melawan imperialisme Kerajaan Inggris. Lahir dari kelas penguasa Iran, ia terpilih menjadi anggota parlemen Iran pada tahun 1906, namun ditolak parlemen karena, secara hukum, ia masih terlalu muda (di bawah 30). Ia menerima pendidikan di Perancis dan Swiss dan menerima gelar doktor hukum pada tahun 1913. Ia kembali ke Iran dan menjabat sebagai profesor sebuah universitas, wakil Menteri Keuangan dan Menteri Kehakiman sebelum terjadi kudeta yang didukung Inggris tahun 1921 dan menempatkan Shah Reza Khan kembali berkuasa.
Dalam tahun-tahun berikutnya Mossadegh melayani rakyat Iran dalam sejumlah kapasitas yang berbeda, akhirnya secara paksa ia disingkirkan dari pelayanan publik menjelang akhir dari pemerintahan Reza Khan karena kritiknya terhadap rezim yang korup. Pada tahun 1941 pemerintah berubah lagi dan Reza Khan terpaksa melarikan diri ke Afrika Selatan, dan menetap di sana sampai meninggal dunia. Mossadegh kemudian bisa kembali ke Teheran, aktif di DPR, dan bentrok dengan anak Reza Khan, Mohammad Reza Shah.
Setelah berjuang menerobos banyak halang-rintangan dan tipu muslihat, Mossadegh terpilih sebagai Perdana Menteri Iran oleh Parlemen Iran pada tahun 1951. Pada tanggal 1 Mei, dalam salah satu tindakan pertamanya sebagai Perdana Menteri, Mossadegh menasionalisasi minyak Iran, mengambil alihnya dari Anglo-Persia Oil Company milik Inggris. Inggris telah membeli hak minyak Iran selama 60 tahun, melalui William Knox d’Arcy, dari Reza Khan kembali pada tahun 1901. Mereka membayar kontrak 60 tahun lagi dari Shah pada tahun 1933. Setelah mengambil kendali atas minyak Iran, Mossadegh terpaksa berkampanye di PBB dan di Den Haag untuk melawan gugatan Inggris dengan menyatakan bahwa kontrak yang dibuat dengan pemerintah sebelumnya tidak sah. Mossadegh berhasil dan masyarakat internasional menyatakan bahwa Iran memiliki hak untuk mengambil kendali minyak sendiri.
Nasionalisasi Mossadegh itu tidak berjalan tanpa memperhatikan kepentingan Inggris. Pemerintahannya berjanji untuk membayar 25% dari keuntungan minyak ke Inggris sebagai kompensasi dan menjamin keselamatan pekerjaan Inggris. Namun Inggris menolak untuk bernegosiasi dan menjawab dengan unjuk kekuatan angkatan lautnya, diikuti dengan blokade ekonomi, boikot dan pembekuan aset Iran. (1)
Selama bertahun-tahun sebelumnya sentimen anti-Inggris yang meluas telah mengakibatkan kemampuan intelijen sangat menurun terhadap Inggris di Iran, maka secara efektif untuk menangani Mossadegh, Inggris beralih ke teman-teman mereka, CIA Amerika. Penulis Stephen Dorril mendokumentasikan masalah ini dalam bukunya MI6: Inside the Covert World of Her Majesty’s Secret Intelligence Service. Dia menulis,
“Di samping propaganda Inggris, pemerintah Mossadeq umumnya demokratis, moderat, dan tampaknya akan berhasil dalam membangun negara melalui kelas menengah. Secara resmi hal ini dipandang pemerintahan Truman sebagai populer, nasionalis dan anti-komunis.” (2)
Untuk mengubah posisi Amerika melihat strategi Mossadegh, Inggris memanfaatkan paranoia komunis Amerika dan berusaha menggambarkan rezim Mossadegh sebagai lemah, sebuah jalan yang memungkinkan bagi manipulasi Soviet. Di penghujung pemerintahan Truman, kepala CIA Departemen Timur Tengah, Kermit Roosevelt, bertemu dengan John Sinclair dan para wakil MI-6 lainnya di mana mereka “mengajukan usulan agar mereka bersama-sama menggulingkan Mossadeq” (3). Setelah Eisenhower mengambil alih kepresidenan pada Januari 1953 CIA bebas untuk bertindak, dan keterlibatan Amerika dikukuhkan ketika Inggris berjanji untuk memungkinkan perusahaan-perusahaan minyak Amerika 40% saham dalam minyak Iran sebagai imbalan untuk menggulingkan Mossadegh dan kembali memperoleh cadangan minyak Iran . (4)
Inggris dan Amerika akhirnya menetapkan anak Reza Khan yang sudah hampir tak berdaya, Mohammad Reza Shah, untuk menjadi penguasa baru Iran. Pada awalnya Shah muda menolak tawaran yang dibuat kepadanya oleh para konspirator, bahkan setelah kunjungan dari Amerika Kolonel H. Norman Schwarzkopf pada tanggal 1 Agustus 1953, dan pertemuan selanjutnya dengan Kermit Roosevelt. Dorril menulis bahwa, “Shah akhirnya setuju untuk mendukung rencana tersebut hanya ‘setelah keterlibatan pejabat AS dan Inggris telah dikonfirmasi melalui siaran radio khusus.'” BBC Persia digunakan untuk menyampaikan pesan yang diatur melalui gelombang udara ke telinga Shah untuk memenuhi keraguannya. (5)
Untuk mempersiapkan kudeta, Amerika mendanai Ayatollah Behbani dan Inggris memberikan $ 100.000 kepada sebuah kelompok yang dipimpin Ayatollah Qanatabadi untuk membangkitkan kerusuhan melawan Mossadegh. Ayatollah Kashani diberikan $ 10.000 oleh CIA dan para pengikutnya memainkan peran dalam demonstrasi di pusat Teheran. Kelompok lain dari agitator fundamentalis dipimpin oleh Tayyeb Hsaj-Reza’i, tokoh yang kemudian menjadi pendukung Ayatollah Khomeini. (6)
Pada pertengahan Agustus 1953, pemerintah Mossadegh dikelilingi banyak agen CIA dan agen Inggris yang didanai serta banyak dilanda demonstrasi. Pada tanggal 15 Agustus Menteri Luar Negeri Mossadegh diculik dalam upaya mengintimidasi pemerintah. Pada tanggal 16 Agustus Shah mengeluarkan pernyataan menolak Mossadegh sebagai Perdana Menteri dan pada saat yang sama materi-materi propaganda disebarkan yang menuduh bahwa mullah agama itu harus digantung oleh anggota partai komunis Tudeh ( 7 ). Pada tanggal 17 Agustus dan 18, massa yang terdiri dari kaum fanatik agama dan pendukung Shah berkumpul di Teheran untuk menciptakan kekacauan dan teror. Pada tanggal 19 Agustus berkolusi dengan kepala polisi, massa mampu mencapai kediaman Perdana Menteri dan setelah terjadi benturan sengit, Mossadegh dipaksa turun dari kekuasaan. Beberapa hari kemudian Shah kembali dari Itali dan dengan demikian ia memulai rezimnya selama 25 tahun sebagai diktator. Kisah kejatuhan Shah dua puluh lima tahun kemudian, di tangan para fundamentalis fanatik yang sama, adalah mereka yang membantunya memperoleh tahtanya di tempat pertama, melibatkan Inggris juga, yang sekilas akan kita telusuri. Radikal Islam memang alat yang berguna bagi Inggris, dan tipu daya mereka itu baru saja dimulai.

IV. Perang Inggris Melawan Nasser

Dalam hubungan mereka dengan Nasser, Inggris menggunakan cara apapun yang diperlukan, termasuk spionase, diplomasi, penyuapan dan bahkan militer langsung yang memungkinkan untuk mempertahankan kontrol atas Mesir dan Terusan Suez . CIA yang baru didirikan juga tertarik pada Mesir ketika Nasser menunjukkan tanda-tanda miring ke Uni Soviet. Aburish menjelaskan bagaimana intrik baru ini berkembang,
“Menurut agen CIA Miles Copeland, Amerika mulai mencari Muslim Billy Graham sekitar tahun 1955 … Ketika menemukan atau membuat Muslim Billy Graham terbukti sulit untuk dipahami, CIA mulai bekerja sama dengan Ikhwanul Muslimin, organisasi massa Islam yang didirikan di Mesir tetapi dengan pengikut di seluruh Arab Timur Tengah … ini menandai awal dari sebuah aliansi antara rezim tradisional dan gerakan Islam massal terhadap Nasser dan kekuatan sekuler lainnya.” ( 1 )
CIA menauladani Intelijen Inggris dan berusaha menggunakan Islam untuk lebih mengena kepada sasarannya. Mereka ingin menemukan seorang pemimpin agama karismatik sehingga bisa mempromosikan dan mengendalikannya dan mereka mulai bekerja sama dengan kelompok-kelompok seperti Ikhwanul Muslimin . Dengan munculnya Nasser, Ikhwan juga dirayu lebih serius oleh rezim-rezim Arab pro-Barat Arab Saudi dan Yordania. Mereka membutuhkan semua dukungan rakyat agar bisa mengumpulkan massa melawan bangkitnya nasionalisme Arab Nasser – terinspirasi untuk menjaga rezim mereka utuh.
Ikhwanul Muslimin jelas-jelas bersekutu melawan Nasser, karena telah disapu dari Mesir setelah terlibat dalam upaya pembunuhan yang gagal terhadapnya pada tahun 1954. Ikhwan menolak kebijakan Nasser bahwa, untuk sebagian besar, memisahkan agama dari politik. Secara resmi Ikhwan menjadi organisasi terlarang, tetapi tetap berpengaruh dan aktif dalam pengupayaan Mesir melawan rezim sekuler, seringkali bergandengan tangan dengan intelejen Inggris. Pada bulan Juni 1955 MI6 mendekati Ikhwan di Suriah untuk menciptakan agitasi terhadap pemerintah baru yang menunjukkan kecenderungan ke sayap kiri yang kuat dan berkeinginan untuk bergabung dengan Mesir (2). Ikhwan menjadi aset yang lebih penting setelah Nasser mengumumkan pengambilalihan Mesir Suez. Penulis Stephen Dorril mendokumentasikan bagaimana gerakan ini dipandang dari kacamata Inggris,
“Pada tanggal 26 Juli di Alexandria, dalam pidato yang tenang, tapi satu hal yang digambarkan London sebagai histeris, Nasser membuat pengumuman nasionalisasi, yang dari sudut pandang hukum tidak lebih ‘dari keputusan untuk membeli pemegang saham.” Malam itu di Downing Street, kepahitan [Perdana Menteri Inggris] Eden terhadap keputusan itu tidak dapat disembunyikan dari tamunya … Eden memanggil dewan perang, yang berlanjut sampai pukul 04:00 Seorang Perdana Menteri dengan emosional mengatakan kepada rekan-rekannya bahwa Nasser tidak bisa dibiarkan, dalam kata-kata Eden, ‘untuk memiliki tangannya di tenggorokan kami. “The ‘muslim Mussolini’ harus ‘dimusnahkan.’ Eden menambahkan: “Aku ingin dia dihapus dan aku tidak peduli jika ada anarki dan kekacauan di Mesir ‘” (3)
Mantan Perdana Menteri Churchill telah menyulut amarah Eden melalui perundingan dengannya mengenai Mesir, dengan mengatakan, “Katakan kepada mereka jika kita memiliki lebih dari satu pipi mereka, kita akan mengirim orang-orang Yahudi kepada mereka dan memerosokkan mereka ke dalam selokan, dari mana mereka seharusnya tidak pernah muncul.”(4)
Sir Anthony Nutting, anggota Departemen Luar Negeri pada waktu itu, mengingat telepon berupa amarah dari Eden yang sesumbar pada lambatnya kampanye melawan Nasser. Eden murka, “Apa Anda telah mengutus Aku untuk semua omong kosong ini? … Apa semua omong kosong tentang mengisolasi Nasser atau “menetralkan” dia, seperti yang Anda menyebutnya? Aku ingin dia hancur, tidak bisakah kamu mengerti? Aku ingin dia dibunuh …”(5)
Untuk mempersiapkan jalan bagi kudeta, Departemen Riset Informasi Inggris (IRD) dipanggil untuk bertindak. Mereka mengerahkan segala upaya untuk mengontrol siaran radio ke Mesir dan menyebarkan cerita palsu di BBC, London Press Service dan Kantor Berita Arab. Dokumen palsu pun diciptakan yang menunjukkan bahwa Nasser berencana mengambil alih seluruh perdagangan minyak Timur Tengah, dan laporan palsu yang disebarkan ini menuduh bahwa pembangkang Mesir sedang dikirim ke kamp konsentrasi yang diawaki oleh mantan Nazi.(6)
Inggris punya masalah dalam memutuskan siapa yang akan mengambil alih Mesir setelah penggulingan Nasser. MI-6 mengadakan pertemuan dengan anggota partai Wafd lama dan sekutunya, mantan Perdana Menteri Nahas Pasha. Perwira Merdeka Jenderal Neguib, yang telah disingkirkan dan telah dijadikan tahanan rumah oleh Nasser, dipandang sebagai presiden mungkin, dan beberapa kalangan Inggris bahkan menganjurkan agar Pangeran Abdul Monheim, raja Mesir yang paling memungkinkan, dapat dijadikan raja. (7)
Menurut Dorril, perekrutan paling penting bagi agen-agen Inggris dalam menggulingkan Nasser adalah seorang perwira Intelejen Mesir Isameddine Mahmoud Khalil, yang terpelihara hubungannya melalui pasokan urusan intelejen tentang musuh yang paling mengancam Mesir; Israel. Dorril memberi pernyataan kepada Mossad tentang situasi ini yang mengatakan, “Keamanan Israel membahayakan dengan menyerahkan informasi rahasia tentang dirinya rupanya tidak menyusahkan Inggris.” Inilah waktu yang sangat rumit bagi Inggris, karena mereka saat itu bekerja dengan Israel untuk mengkoordinasikan serangan militer terhadap Mesir yang akhirnya terjadi pada bulan Oktober. (8)
Terbukti, kurangnya calon yang jelas untuk menggantikan Nasser tidak menghentikan kudeta. Dorril menyimpulkan bahwa, “MI6 tidak percaya, bagaimanapun, sangatlah perlu memiliki alternatif. Agen ini yakin bahwa setelah Nasser digulingkan kandidat yang cocok akan muncul.” (9)
Pada akhir Agustus Nasser bertindak terhadap ancaman yang meningkat dari Intelejen Inggris. Kantor-kantor Berita Arab digrebek dan sejumlah karyawan ditangkap serta mengaku sebagai agen Inggris. Dua diplomat Inggris diusir, salah satu dari mereka, JB Flux, yang telah “mengadakan kontak dengan ‘murid golongan keagamaan’ dengan gagasan memunculkan kerusuhan fundamentalis agar bisa memberi alasan bagi intervensi militer untuk melindungi kepentingan Eropa.'” “Pengusaha” dan “diplomat” Inggris lainnya ditangkap atau diusir, dan karena serangan Nasser ini efektif, Dorril menulis bahwa segera sebelum Perang Suez, Intelijen Inggris menemukan bahwa “tidak ada aset di negara ini” yang tersisa dan bahwa “MI6 harus menggunakan agen luar untuk rencana pembunuhan tersebut.”(10)
Pada akhirnya semua subversi dan agitasi ini gagal, bahkan setelah mereka memutuskan konfrontasi militer langsung yang dimainkan dalam Perang Suez pada Oktober 1956. Dukungan Mesir terhadap Nasser terlalu banyak, dan masyarakat internasional berpihak pada Nasser dalam melawan Inggris, dan memaksa Terusan Suez agar kembali ke Mesir. Nasser yang muncul memimpin Mesir, akhirnya bebas dari kontrol Inggris.
Sejak itu Inggris terus-menerus mengobarkan perang rahasia tingkat rendah terhadap pemerintah Mesir: melawan Nasser sampai kematiannya tiba, melawan Sadat yang mengambil alihnya, dan bahkan terhadap Mubarak sepeninggalnya, ini (terus berlanjut) sampai hari ini. Pemerintah Mesir sekuler secara tradisional menjadi salah satu musuh terberat terorisme Islam, sedangkan pendukung yang paling penting dari kelompok-kelompok teror Mesir adalah Inggris. Pernyataan terakhir ini secara keseluruhan bertentangan dengan prasangka sebagian besar warga Inggris dan Amerika, tetapi dalam halaman-halaman berikut kita akan mengajukan bukti untuk mendukungnya.

V. Islam Berpaling Dari Barat

Sebagaimana telah kami uraikan, dalam bukunya A Friendship Brutal, Said Aburish mendefinisikan tiga fase hubungan Islam-Barat. Pertama adalah periode dimana Inggris menggunakan Islam untuk membantu melegitimasi diktator boneka, mereka telah diinstal atas koloni-koloni Arab setelah Perang Dunia I. Tahap kedua adalah periode dimana Inggris (dan Amerika) menggunakan militan Islam sebagai kekuatan untuk membantu menggulingkan pemerintah, seperti Mossadegh dan Nasser yang mencoba untuk melawan dominasi Barat. Aburish menulis,
“Perjuangan antara Nasser dan Ikhwanul Muslimin dan cabang-cabangnya dan Barat serta pendukung rezim Arab tradisional ‘berlanjut sampai 1967. Dukungan Barat terhadap Islam diberikan secara terbuka dan diterima oleh pimpinan gerakan Islam tanpa syarat.” (1)
Aburish mencatat bahwa hingga saat ini Islam memiliki citra yang baik di Barat. Gerakan Islam dikenal dengan pandangan anti-komunisnya dan ada sedikit pandangan ke depan bahwa Islam konservatif mungkin akan berbalik melawan Barat. Aburish kemudian menggambarkan fase ketiga,
“Tahap ketiga dalam berkembangnya gerakan-gerakan Islam terjadi setelah perang 1967. Kekalahan Nasser adalah kekalahan bagi kekuatan yang ia wakili, sekularisme, dan dengan tergulingnya Nasser, gerakan-gerakan Islam kemudian beralih ke kepemimpinan politik kaum Arab Timur Tengah.”(2)
Setelah 1967 kekuatan gerakan-gerakan Islam sangat meningkat. Teologi Islam menyalip sekularisme dan bentuk nasionalisme Arab yang lebih kuat pun muncul. Perang Enam Hari menampilkan Barat sebagai Israel yang mengalahkan tetangga-tetangga Arab-nya, meduduki Sinai, Tepi Barat dan Dataran Tinggi Golan. Ini kemudian menjadi jelas bagi sebagian besar Muslim bahwa Barat disukai Israel di atas bangsa Arab dan kebencian terhadap Barat meningkat. Fase ketiga hubungan Islam-Barat ini dimulai ketika faksi gerakan Islam Fundamentalis yang terutama anti-Barat ini mulai mempunyai pengaruh politik baru mereka di seluruh wilayah di dunia Muslim.
Setelah Nasser wafat pada tahun 1970 dan digantikan Anwar Sadat sebagai presiden Mesir baru, mencoba untuk menenangkan ancaman militan Islam dengan melepaskan semua anggota Ikhwanul Muslimin dipenjarakan, meskipun faktanya Ikhwan telah terlibat dalam setidaknya empat percobaan pembunuhan terpisah terhadap Nasser selama enam belas tahun sebelumnya. Sadat kemudian bergabung dengan Raja Faisal dari Arab Saudi dan menjadi sponsor dan promotor universitas Islam Al Azhar serta gerakan-gerakan Islam seperti Al Dawa dan I’tisam. Para pemimpin ini menyadari bahwa itulah jalan terbaik untuk setidaknya, muncul untuk mendukung tumbuhnya gerakan-gerakan Islam. (3)
Pada 6 Oktober 1973 Mesir dan Suriah melancarkan serangan mendadak terhadap Angkatan Darat Israel di Sinai dan Dataran Tinggi Golan. Pada 16 Oktober OPEC menaikkan harga minyak dengan kekalahan 70%, kemudian hari berikutnya pemimpin OPEC Arab mengumumkan bahwa mereka akan menegakkan embargo progresif terhadap Eropa dan Amerika Serikat sampai Israel terpaksa mundur ke perbatasan pra-1967 mereka.
Buku Engdahl, A Century of War, menceritakan bagaimana Penasihat Keamanan Nasional AS Henry Kissinger mampu meyakinkan Jerman agar tidak menyatakan netralitasnya mengenai perang Oktober, sementara Inggris “diizinkan untuk menyatakan dengan jelas netralitasnya.” Inggris tetap netral di seluruh episode dan merupakan salah satu dari sedikit negara-negara Barat yang tidak ditempatkan di bawah embargo minyak Arab. (4)
Perang Yom Kippur berakhir pada tanggal 26 Oktober, tetapi efek yang sedemikian rupa sehingga rezim Arab keluar, jauh lebih baik dalam beberapa hal. Pertama, mereka akhirnya menjadi efektif secara militer terhadap Israel dan mereka telah memenangkan kembali sebagian wilayah. Kedua, rezim mereka ditunjang dengan banyak dukungan, dan suara para militan Islam untuk sementara waktu dipadamkan. Terakhir, negara-negara Arab tiba-tiba menjadi dermawan melalui peningkatan besar dalam pendapatan minyak, dari $ 3,01 per barel pada awal ’73, $ 11,65 per barel pada awal ’74. (5)
Engdahl menceritakan bahwa kenaikan harga minyak adalah sesuatu yang telah direncanakan sebelumnya oleh Anglo-Amerika Establishment dan disebutkan pada konferensi Bilderberg Mei 1973 di Saltsjoebaden, Swedia. Kissinger adalah ujung tombak dalam rekayasa konflik Arab-Israel yang menciptakan alasan untuk menaikkan harga minyak yang membantu menyelamatkan proyek minyak Laut Utara Inggris yang sebelumnya telah dilihat sebagai investasi berisiko. Efek yang paling merugikan, bagaimanapun, adalah kenaikan harga energi menahan laju cepat ke Dunia Ketiga industrialisasi, memaksa banyak negara untuk meminjam banyak uang selama bertahun-tahun untuk membayar energi, sehingga pengaturan panggung untuk jangka panjang utang Dunia Ketiga ke bank Anglo-Amerika. (6). Setelah perang Establishment menghadiahi Kissinger Nobel Perdamaian dan kemudian ia menerima gelar ksatria kehormatan dari Ratu Elizabeth, untuk layanan setia seumur hidup kepada Ratu, pada tahun 1995.
Tiba-tiba rezim-rezim menjadi sangat kaya sebagai akibat dari kenaikan harga minyak, namun ancaman dari gerakan-gerakan Islam tetap ada. Raja Faisal dari Arab Saudi pura-pura memberi dukungan terhadap Islam, tapi sering terpaksa menindak para pemimpin agama dan organisasi yang tampaknya terus-menerus mengkritik keluarga kerajaan yang jelas-jelas serakah, mewah dan korupsi. Faisal dibunuh pada tahun 1975 oleh keponakannya, Pangeran Faisali BNI Musad, sebagai balasan atas eksekusi Faisal Muslim Zelot saudara Musad yang telah menyerang sebuah stasiun TV dengan alasan bahwa mereka telah melanggar Islam. (7)
Di Mesir rezim Sadat berada di bawah tekanan yang ekstrim dari gerakan Islam setelah ia menandatangani Camp David dengan Israel pada tahun 1978. Hal ini menyebabkan pembunuhan Sadat oleh anggota Jihad Islam, sebuah kelompok cabang dari Ikhwanul Muslimin, pada tanggal 6 Oktober 1981.
Di Suriah, pada tahun 1982, terjadi konflik besar antara Ikhwanul Muslimin dan pemerintah Suriah di kota Hamma yang mengakibatkan 20.000 korban tewas. Setelah kejadian itu Presiden Suriah Asad mengungkapkan bahwa pasukan Ikhwanul Muslimin dipersenjatai dengan peralatan buatan AS. Aburish mengomentari tentang betapa tiada satu pun di antara peristiwa ini yang tampaknya dapat mengubah cara di mana Islam militan digunakan,
“Hamma, pembunuhan Sadat dan Faisal serta kurangnya tindakan-tindakan yang luar biasa tidak mengganggu dukungan klien rezim Barat dan Arab ‘ terhadap gerakan-gerakan Islam, Arab Saudi dan Mesir diperbolehkan menggunakan pro-Islam sebagai aparat propaganda negara mereka … Dan Israel, yang selamanya cenderung mendukung gerakan memecah belah, muncul sebagai pendukung lain dari Islam dan mulai mendanai Ikhwanul Muslimin dan gerakan Islam Palestina Hamas.” ( 8 )
Keberhasilan yang paling penting dari gerakan Islam selama ini tentu saja penggulingan Shah Iran dan penempatan Ayatollah Khomeini sebagai diktator Islam. Intelijen Inggris telah menggunakan kontak mereka dengan mullah dan ayatullah Iran untuk membantu menggulingkan Mossadegh dan memasang Shah kembali pada tahun 1953, dan kontak tersebut dipelihara dan digunakan lagi untuk menggulingkan Shah ketika rezimnya jatuh.
Munculnya sejarah Revolusi Islam Iran merupakan pemberontakan Khomeini yang spontan dan populis, dan revolusi itu menggulingkan diktator represif yang dibenci oleh rakyat tetapi didukung sepenuh hati oleh Amerika Serikat. Memang benar bahwa pemerintah Shah tidak demokrasi sementara agen rahasianya dilatih oleh CIA, yang adalah salah satu organisasi intelijen paling efektif di dunia. Tapi apa yang tidak dilaporkan adalah bahwa sebelum kampanye besar Inggris yang disponsori humas atas nama Ayatollah, pemerintah Shah dicintai oleh sebagian besar penduduk.
Setelah mengambil alih dari Mossadegh, Shah mulai membuat sejumlah kebijakan nasionalis yang meningkatkan popularitasnya, tetapi, dalam beberapa kasus, mengkhawatirkan Pembentukan Anglo-Amerika. Pertama, ia menandatangani perjanjian dengan ENI Oil, perusahaan minyak Italia. Kemudian pada tahun 1963 ia melancarkan serangkaian reformasi populer yang dikenal sebagai Revolusi Putih. Shah kemudian menjadi seorang nasionalis yang berjalan paralel dengan Nasser yang terlalu jauh dengan Pendiriannya seperti:
– Dia membeli tanah dari kelas atas dan, bersamaan dengan tanah mahkotanya sendiri, menjualnya kembali dengan harga murah kepada petani penyewa, yang memungkinkan lebih dari satu setengah juta orang untuk menjadi pemilik lahan dan mengakhiri sistem feodal lama.
– Dia mengizinkan perempuan memiliki hak untuk memilih, dan mengakhiri pemakaian jilbab, gerakan “kebarat-baratan” yang tidak diharapkan oleh pihak keagamaan.
– Dia mengedepankan program tenaga nuklir $ 90000000000.
– Dia memutar haluan dengan mematikan industri opium menguntungkan yang telah dihidupkan selama masa kontrol Kerajaan Inggris yang telah berjalan selama seratus tahun. (9)
Pada tahun 1973 majalah The Economist menampilkan Iran di sampul depan dengan judul: “Iran adalah Jepang Berikutnya dari Timur Tengah?” Perekonomian Iran tumbuh pada tingkat 7-8% setiap tahun (1965-1973) dan menjadi contoh bagi negara-negara berkembang di dunia untuk mengikutinya. Sementara itu Anglo-Amerika Establishment khawatir ini tidak bisa dibiarkan terus. Anglo-Amerika lebih berfokus pada dunia de-populasi dan de-industrialisasi yang dirumuskan oleh para pembuat kebijakan seperti Lord Bertrand Russell dan juga seperti yang dianjurkan oleh antek-anteknya seperti Kissinger, Zibigniew Brzezinski dan Robert McNamara (kepala Bank Dunia), serta elite Inggris yang menguasai World Wildlife Fund dan kelompok lainnya. Ringkasnya, Iran harus dianjlokkan. (10)
Serangan terhadap pemerintah Shah datang melalui Ikhwanul Muslimin dan melalui para mullah dan ayatullah Iran, didukung dan dimanipulasi oleh Intelejen Inggris. Dr John Coleman, seorang mantan agen Intelijen Inggris dan penulis sejumlah buku dan monograf yang memerinci rencana Pembentukan bagi pemerintahan dunia sosialis, menyatakan dalam laporannya pada Revolusi Islam Iran (11) bahwa Ikhwanul Muslimin diciptakan oleh “Nama-nama orang besar di antara intelijen Inggris di Timur Tengah; TE Lawrence, EG Browne, Arnold Toynbee. St John Philby dan Bertrand Russell, “dan misi mereka adalah untuk tetap memundurkan Timur Tengah sehingga sumber daya alam, minyak, bisa terus dijarah … ”
Dr Coleman menulis bahwa pada tahun 1980 siaran dari Radio Free Iran membagi musuh Shah menjadi empat kategori: 1. Politisi Iran yang dibeli oleh Shin Bet Israel, 2. Jaringan agen CIA, 3. Para pemilik tanah feodal, 4. Freemason dan Ikhwanul Muslimin (dilihat sebagai musuh yang sama).
Dalam laporannya Dr Coleman menulis bahwa di Iran, “Pada suatu waktu bahkan ada lelucon tentang mullah yang dicap ‘dibuat di Inggris.'” Ketika Shah memperkenalkan rencananya untuk modernisasi pada tahun 1963 Ayatollah Khomeini muncul sebagai pemimpin oposisi dari kaum agama. Sampai pengasingannya dari Iran pada tahun 1964, Khomeini berbasis di kota religius Qom. Dr Coleman menceritakan bahwa Radio Free Iran mengklaim bahwa sementara di Qom Khomeini menerima “gaji bulanan dari Inggris, dan ia terus-menerus mengadakan kontak dengan tuannya, Inggris.”
Khomeini diusir dari Iran dan menetap di Irak. Ia tinggal di sana selama beberapa tahun sampai kemudian ditangkap oleh pemerintah Irak dan dideportasi pada tahun 1978. Presiden Prancis D’Estang kemudian ditekan untuk menawarkan Khomeini berlindung di Perancis untuk melanjutkan “studi Islamnya.” Sementara di Perancis ia menjadi selebriti Barat dan simbol dari revolusi Islam anti-Shah. Coleman menulis, “Setelah Khomeini dipasang di Chateau Neauphle, ia mulai menerima aliran pengunjung terus-menerus, kebanyakan mereka dari BBC, CIA dan intelijen Inggris.”
Pada saat yang sama Amnesty International terus intens berkampanye terhadap pemerintah Shah, menuduhnya melakukan penyiksaan dan pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan lainnya. Pers internasional mengambil tema ini dan menyebarkannya ke seluruh dunia.
BBC kemudian menjadi promotor utama Ayatollah. Dr Coleman menulis, “Adalah BBC, yang menyiapkan dan membagikan kepada para mullah di Iran semua kaset pidato Khomeini, yang meradang para petani. Kemudian BBC mulai menyiarkan penyiksaan-penyiksaan yang dilakukan oleh SAVAK Shah ke seluruh pelosok dunia … pada bulan September dan Oktober 1978, BBC mulai menyiarkan khotbah Khomeini langsung ke Iran dalam bahasa Persia. The Washington Post mengatakan, “BBC adalah musuh publik nomor satu Iran.
BBC Layanan Persia segera dijuluki di Iran “Ayatullah BBC” karena secara non-stop menyiarkan segala sesuatu yang ingin Khomeini katakan (12). Segera sejumlah besar segmen masyarakat Iran, sebagian besar dari mereka adalah siswa muda yang mudah dipengaruhi, menjadi yakin bahwa Shah benar-benar jahat dan bahwa kembali ke Islam Syiah murni di bawah kepemimpinan Ayatollah adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan negara mereka. Pemerintahan Carter, dimanipulasi oleh antek Inggris Zbigniew Brzezinski, kemudian berkolaborasi dengan Inggris untuk menggulingkan Shah dan menginstal Khomeini.
Dr Coleman menceritakan bahwa Carter menunjuk George Trilateralist Ball sebagai kepala komisi kebijakan AS di Teluk Persia. Rekomendasi Ball adalah AS harus menarik dukungan atas rezim Shah. Dr Coleman mengutip dari memoar Shah sendiri untuk mengkonfirmasi sikap Amerika, realitas yang bertentangan dengan Establishment yang berorientasi ke massa bahwa AS mendukung Shah sampai akhir,
“Saya tidak tahu kemudian, mungkin saya tidak ingin tahu – tetapi jelas bagi saya sekarang, orang Amerika ingin saya keluar. Maksud saya ada apa di balik pengangkatan tiba-tiba Ball ke Gedung Putih sebagai penasehat Iran. Saya tahu Ball itu bukan teman Iran. Saya mengerti Ball bekerja untuk sebuah laporan khusus tentang Iran. Tapi tak seorang pun pernah memberitahu apakah laporan itu untuk meliput, biar saya sendiri menyimpulkannya. saya membacanya berbulan-bulan kemudian ketika saya berada di pengasingan, dan kekhawatiran saya yang terburuk pun menjadi jelas. Ball berada di antara orang-orang Amerika yang ingin meninggalkan saya, dan akhirnya negara saya.”
Setelah Shah digulingkan pada tahun 1979 dan melarikan diri ke negara “sekutu-kuatnya,” Amerika Serikat, bahkan menolak memberi suaka kepadanya dan memaksanya untuk pindah bersama keluarganya ke Mesir. Selama pengambilalihan kedutaan Amerika ketika pendukung Ayatollah terus menyandera kedubes selama 444 hari itu, menjadi jelas bagi seluruh dunia bahwa anti-demokrasi, gerakan Islam anti-Israel juga sangat anti-Barat. Meskipun demikian Pembentukan Anglo-Amerika terus mendukung dan mempromosikan Islam radikal.
Pada tahun 1977 Bhutto dari Pakistan, yang akan segera kita bahas, ditumbangkan, pada tahun 1979 Shah Iran digulingkan, pada tahun 1981 Sadat dibunuh, dan pada tahun 1982 Ikhwanul Muslimin memberontak di Suriah. Sebelum tahun 1977 Timur Tengah berada di ambang mencapai stabilitas dan paritas industri dan ekonomi dengan Barat melalui kebijakan nasionalis dan harga minyak yang tinggi, tetapi pada awal ’80-an Timur Tengah berada dalam sekam. Mesir terguncang dan Mubarak mengkonsolidasikan kekuasaannya yang terus-menerus oleng. Iran dan Irak, keduanya dipersenjatai oleh Barat, memulai perang panjang mereka. Israel dan Suriah yang menyerang Lebanon mengawali perang saudara, dan Rusia menginvasi Afghanistan dengan pemberontak yang didukung Pakistan. Skema de-populasi dan de-industrialisasi yang digelindingkan oleh Inggris dan diadopsi oleh Amerika adalah harga mati untuk memulai yang besar.

VI. Afghanistan, Pakistan, ISI dan BCCI

Pada 3 Juli, 1979, atas desakan para penasehat seperti Zbigniew Brzezinski, Presiden Carter menandatangani suatu bantuan rahasia yang memberiksn hak langsung kepada kaum fundamentalis rezim komunis yang berkuasa di Afghanistan(1). Gerakan ini dipahami akan mendorong ke arah intervensi langsung Soviet dan itulah persisnya apa yang terjadi pada 24 Desember 24 tahun itu , setelah diundang oleh pemerintah Afghanistan, Militer Rusia Militer mendapat posisi melindungi asset pemerintah dari serangan pemberontak.
Sejak awal Perang Afghanistan, Intelejen CIA bersekutu dengan Intelejen Pakistan ( ISI) dan membiayai pemberontak pejuang mujahidin. Hari ini umumnya dipahami bahwa Islam radikallah yang paling dominan menaikkan ketegangan sebagai hasil jihad yang sukses mujahedin terhadap Kekuatan Soviet, dan ketika mundur dari wilayah Afghanistan pada awal 1989 negeri itu, Soviet meninggalkan puluhan ribu tentara Islam sewaan yang menganggur yang kemudian memutar perhatian mereka ke Barat.
Sejarah Afghanistan selalu berhubungan erat dengan Pakistan, suatu wilayah yang dahulunya dijajah Inggris. Keterlibatan Britania di anak benua ini kembali terjadi pada awal tahun abad ketujuhbelas ketika para pedagang British East India Company (BEIC) diijinkan untuk menetapkan transaksi bursa oleh Kaisar Jahangir dari Kerajaan Islam Mughal. Arah permainan Britania di India umumnya dapat dilihat pada awal 1757 ketika kekuatan BEIC yang dipimpin Robert Clive mengalahkan angkatan bersenjata Nawab Bengal dalam Pertempuran Plessey. Pada 1803 kendali Britania atas anak benua ini meningkat bahkan lebih jauh saat para penguasa Kerajaan Mughal sudah menjadi pensiunan BEIC. Lembah Sungai Indus, pusat Pakistan modern, dikuasai Britania melalui kampanye yang sukses (1848-1849) dengan menaklukkan kerajaan Sikh, ini memberikan Britania Punjab. Sejak itu Pakistan dan India dikuasai Inggris secara terus-menerus sampai Kerajaan Britania menarik dan menciptakan kedua negara pada 1947.
Ketika Inggris menarik sejumlah perwira Britania untuk membantu menggembala angkatan bersenjata Pakistan yang baru lahir. Salah satunya adalah Mayor jenderal Walter Joseph Cawthorn [yang], sebagai Kepala Wakil Staff angkatan bersenjata Pakistan yang mendirikan Inter-Services Intelejen Pakistan (ISI) pada 1948. Cawthorn adalah orang Inggris kelahiran Australia yang menjadi agen Inteligen Britania (MI-6), dialah yang melancarkan operasi di timur tengah, India, dan Asia Tenggara dari 1939-1945. Ia menjadi ‘Sir’ Cawthorn pada 1958 setelah diberi gelar bangsawan oleh Kerajaan Inggris, dan kemudian ia bekerja di Australia sebagai agen Secret Intelligence Service (2). ISI Pakistan mula-mula sebagai agen inteligen militer yang diciptakan untuk membantu mempertahankan Pakistan pada awal peperangan melawan India atas Kashmir dan isu perbatasan lain, tetapi dari tahun ke tahun tumbuh menjadi CIA versi Pakistan, dan terus menerus menjalin hubungan erat dengan Intelijen Britania.
Kekuatan ISI kian meningkat pada duapuluh tahun pertamanya sampai munculnya seorang pemimpin pilihan pertama yang terkenal di Pakistan pada 1971, sosialis itu bernama Zulfikar Ali Bhutto. Bhutto dengan seketika menampilkan karakteristik nasionalistik yang serupa dengan Nasser, Mossadegh dan Shah dan rezimnya yang tidak berbaik hati dengan pemerintah Britania dan Barat itu. Pada 1972 Bhutto menarik negerinya dari Negara-negara Persemakmuran Inggris dan menjalin hubungan dekat dengan Rusia, China dan Negara-negara Arab.
Pada 1977 terjadi kudeta yang tak mungkin dihindari, dan Presiden Bhutto pun digulingkan Zia ul-Haq, yang sebelumnya ditunjuk sebagai Kepala Angkatan Bersenjata oleh Bhutto pada 1976 atas desakan Gulam Jilani Khan, Direktur Jenderal ISI. Dalam bukunya Bhutto berkomentar panjang tentang perjuangan besarnya yang terus-menerus dan setelah itu dikhianati, oleh ISI. “Jika aku Dibunuh, tertulis dari sel penjara Pakistan.” Ia juga menceritakan bagaimana Kissinger mengancamnya karena membuat program nuklir Pakistan. Ia berkata, “Kami akan membuat contoh atas kalian!” Dialah Bhutto, yang dieksekusi pada 1978 setelah diajukan ke pengadilan sandiwara, meskipun muncul berbagai keberatan muncul dari para kepala negara di seluruh dunia (3)
Seorang juru bicara radikal Ikhwanul Muslimin beberapa tahun kemudian mengatakan mengenai hal ini, “Al-Ikhwan telah mengambil alih di Iran dan Pakistan. Bhutto mewakili gangguan dari Barat ke dalam Islam. Bhutto adalah segala sesuatu yang tidak (diinginkan) Pakistan. Itulah mengapa kami membunuhnya. Dan kita akan menggunakan kematiannya sebagai peringatan kepada yang lainnya.” ( 3a)
Hubungan Britain dengan gerakan bawah tanah Pakistan menjadi jelas dengan melihat kembali skandali BCCI (Bank of Credit and Commerce International). BCCI adalah bank multinasional pertama bagi Dunia Ketiga, yang diciptakan pada 1972 oleh seorang banker Pakistan Agha Hasan Abedi. Bank ini pada awalnya dibiayai oleh Sheik Yang Zayed Abu Dhabi, dan dari $ 2.5 juta pengoperasian tumbuh untuk;menjadi $ 23 milyar (Am.) ketika akhirnya ditutup pada 1991. Bank ini diciptakan tepat pada waktunya untuk mengambil keuntungan dari aliran dana tunai yang mengalir ke timur tengah melalui industri minyak.
Salah satu gerakan awal BCCI pada 1976 untuk memperoleh pengaruh internasional dengan membeli 85% Banque de Commerce et Placements ( BCP) di Genewa, Switzerland. Setelah mengambil alih bank ini, BCCI memasang Hartmann Alfred sebagai manajer. Kemudian Hartmann menjadi kepala bagian keuangan untuk BCC Holding dan setelah itu menjadi salah seorang direktur paling berpengaruh di BCCI. Hartmann adalah seorang anggota serikat perbankan Britania yang mempunyai hubungan dengan keluarga Rothschild, menjadi anggota dewan direktur N.M. Rothschild and Sons, London, dan presiden Rothschild Bank AG Zurich. (4)
Pada awalnya BCCI disatukan di Luxembourg, yang terkenal dengan pembatasan perbankan yang lemah, dan segera perusahaan induk dan cabang mulai tumbuh di seluruh dunia: di Kepulauan Cayman, Netherlands Antilles, Hong Kong, Abu Dhabi, WASHINGTON DC dan di mana-mana. Bagaimanapun, pada 1980, ketika BCCI akhirnya berjalan dan menerima lisensi dari Bank Inggris, sudah ada lebih banyak cabang di UK dibanding di negara-negara lainnya. Sesungguhnya salah seorang penasehat utama ekonomi BCCI adalah Perdana Menteri Britania terdahulu ( 1976-79), Yakobus Tuhan Callaghan ( 5). BCCI memang diciptakan oleh seorang Pakistan, tetapi pada akhirnya menjadi bank British-Controlled dan British-Based.
Dari tahun ke tahun BCCI terlibat dalam kira-kira tiap-tiap jenis transaksi gelap suatu bank termasuk cuci uang, penjualan senjata, penyuapan, penipuan, dan lain-lain yang digunakan secara ekstensif oleh CIA di sepanjang;seluruh sejarahnya, ia juga berperan dalam skandal Iran-Contra. Ia adalah sebuah bank yang digunakan oleh Medellin, orang Kolumbia dari komplotan produsen obat bius kokain, dan sebuah cabang bahkan didirikan di Panama untuk pembayaran tunai Manuel Noriega yang menyalurkan ke luar dari negerinya. Setelah BCCI ditutup, surat kabar UK the Guardian melaporkan bahwa teroris Abu Nidal memiliki rekening di BCCI. Jonathan Beaty dan S.C. Gwynne, wartawan majalah Time meliput skandal ini,
“Menurut sumber the Guardian, kelompok Nidal kelompok telah lama menggunakan BCCI Cabang London untuk memindahkan uang yang digunakan untuk meningkatkan serangannya ke kubu Barat, dan MI5 – Inggris menjadi Padanan CIA – telah diketahui akun-akunnya. Tampaklah di sini sesuatu yang tidak diragukan bahwa banker BCCI mengenal betul orang-orang yang menjadi nasabahnya. Salah seorang banker di Cabang London menguuraikan tentang betapa bingungnya mereka dahulu ketika memberi pelayanan kepada para teroris dalam rangka menyimpan multibillion-dollar rekening mereka.” ( 6)
Namun, tujuan utama BCCI dan alasan di belakang kenaikannya yang sangat cepat, adalah karena koneksinya dengan ISI dan mujahidin yang memerangi Uni Soviet di Afghanistan. Setelah menggantikan Bhutto sebagai presiden Pakistan, Zia mengangkat temannya Fazle Haq menjadi gubernur di Barat Laut Perbatasan Provinsi Pakistan pada 1978. Ini merupakan wilayah perbatasan Afghanistan dimana berton-ton senjata dan obat bius diselundupkan melalui Khyber Pass. Fazle Haq adalah seorang petaruh dan sobat penting pendiri BCCI; Abedi, dan BCCI digunakan untuk mencuci berjuta-juta uang ISI hasil pendapatan narkotika yang tak terhitung jumlahnya ( 7).
Secara kebetulan, pada 1983 World Wide Fund British-based ( WWF) mengusulkan agar dua taman nasional diciptakan di barat laut Pakistan, dan walaupun agak kecil cagar alam dalam kehidupan rimbanya ini, namun terbukti sangat subur untuk menanam bunga candu dan untuk pementasan gerakan mujahidin ke Afghanistan. ( 8)
Senat investigator terdahulu Jack Blum berkata demikian tentang hubungan BCCI dengan perang Afghanistan selama kesaksiannya di hadapan Kongres U.S.,
“Bank ini adalah produk perang Afghanistan dan orang-orang yang sangat dekat dengan mujahidin mengatakan bahwa banyak pejabat militer Pakistan yang dilibatkan dalam membantu dan mendukung gerakan pemberontak Afghan seraya mencuri uang bantuan asing dan menggunakan BCCI untuk menyembunyikan uang yang mereka curi; menjual senjata kiriman Amerika yang mereka curi; dan menjual serta mengelola dana yang datang dari penjualan heroin yang kelihatannya diotaki oleh salah seorang mujahidin.” ( 9)
Ketika Jenderal Zia mengambil alih Pakistan, semua lembaran ada di tempatnya untuk mulai menjalankan perdagangan obat bius dan penipuan yang merupakan tujuan dari Perang Afghan. Menurut Beaty dan Gwynne, Zia memiliki “hubungan dekat dan kooperatif” dengan pendiri BCCI Agha Hasan Abedi ketika ia mengambil alih kekuasaan( 10). Segi tiga pemerintah Zia, ISI (yang telah menguasakan Zia) dan BCCI, kemudian diteruskan dengan melancarkan jalan pemberontak Mujahidin Afghan untuk CIA, dengan masukan informasi dari Intelijen Inggris. Selama menjalani perang Afghan, sampai $ 5 milyar (Am.) wajib pajak bantuan Amerika disalurkan untuk usaha peperangan, dan selama periode ini ISI Pakistan melatih sekitar 83.000 orang pejuang Islam untuk menjadi Mujahidin.
Peran Inggris dalam mempromosikan eksperimen Afghan sangat rumit, walaupun sekarang hal itu sering dilewatkan. Segera setelah invasi Soviet ke Afghanistan, seorang agen intelijen Inggris Lord Nicholas Bethell, membuat Radio Kabul Merdeka sebagai suara untuk mujahidin. Bethell yang pernah dilibatkan dalam operasi Rusia dan Timur Tengah secara keseluruhannya, dan ia adalah sobat karib mata-mata Inggris Kim Philby. Para anggota Radio Kabul Merdeka meliputi Winston Churchill III, Sekretaris Luar Negeri terdahulu Baron Chalfont, Lord Morrison Lambeth kepala terdahulu Kantor Asing, dan perwira intelijen Inggris Whitney. Pada 1981 Lord Bethell menemani Perdana Menteri Margaret pada perjalanan kelilingnya ke AS untuk mencari dukungan perlawanan, dan bersama-sama mereka berjumpa dengan 60 orang kongres dan senator untuk secepatnya mendorong ke arah terciptanya Komite US-BASED demi kemerdekaan Afghanistan yang secara terus menerus dilobi dalam mendukung mujahidin. (11)
Ciptaan Inggris lainnya adalah Dana UK untuk Afghan yang didirikan pertama kali oleh isteri seorang wartawan Inggris Yohanes Fullerton di Peshawar, Pakistan. Sponsor utama ini adalah seorang bangsawan Inggris Cranbourne, yang kemudian bersaksi di hadapan Kongres AS Angkatan Ikatan Tugas Khusus atas Afghanistan untuk melobi mencari dukungan AS. Organisasinya memperoleh biaya substansiil dari pemerintah Inggris dan juga dari Agensi AS untuk International Development ( USAID). (11)
Inggris dilobi untuk menciptakan sebuah perang di Afghanistan, mereka ingin wajib pajak Amerika membayar itu, dan mereka menggerakkan situasi yang mungkin dari sisi finansial menguntungkan. BCCI ditutup oleh Bank Inggris pada 1991 hanya setelah penarikan tentara Rusia, dan baru setelah itu orang-orang berani berkampanye dengan genggaman penuh para investigator Amerika. Beaty dan Gwynne menulis,
“Meskipun Bank Inggris telah menarik picu atas BCCI pada 5 Juli 1991, dan dengan demikian memulai reaksi berantai global yang telah memporakporandakan otak Agha Hasan Abedi menjadi berkeping-keping, hal ini juga telah membosankan dan hanya melewati masa penantian yang cukup lama. Ini pun dilalui dengan takut-takut dan bukan dengan berani; hanya bergerak ketika terpaksa untuk melakukannya melalui aliansi AS antara Bank Federal Reserved dan pengacara distrik Manhattan.” (12)
Kongres terakhir AS melaporkan pada BCCI yang menyatakan,
“Dengan persetujuan, Bank Inggris pada hakekatnya telah menyusun rencana dengan BCCI, Abu Dhabi dan Price Waterhouse dimana mereka akan merahasiakan segala kondisi yang sesungguhnya terjadi di BCCI sebagai imbalan kerjasama antara satu sama lain dalam usaha menghindari malapetaka hilangnya milyunan dolar. Dari April 1990 ke depan, Bank Inggris sekarang dengan tak hati-hati menjadi mitra dalam menutupi semua kriminalitas BCCI.” (13)
BCCI merupakan bank yang disukai teroris Timur Tengah dan tentara serta pedagang narkoba, kartel obat bius Amerika Selatan, raja-raja kriminal terorganisir, dan bahkan badan intelijen seperti ISI, Mossad, MI6 dan CIA. Bahkan asisten direktur CIA Robert Gates pernah menyebut BCCI sambil berkelakar sebagai “Bank Bajingan dan Penjahat” (14). Karena sedikitnya satu dekade pemerintah Inggris memungkinkan untuk mengamuk ke luar dari ruang tamu mereka dan setelah itu rekaman-rekaman penting disegel dan dirahasiakan dari para investigator Amerika. Ketika perbuatan skandal ini terungkap, reaksi media yang tak menyenangkan memusat terutama pada mata rantai Amerika, BCCI dan CIA, tetapi hanya karena kerahasiaan dan keahliannya Inggris mampu mengendalikan kerusakan. Hal ini memungkinkan keseluruhan kebenarannya tidak pernah akan diketahui.
Begitu perang Afghanistan mereda dan penarikan tentara Rusia tak bisa ditolak, situasi menjadi jauh lebih kompleks. Dukungan Amerika terhadap mujahidin melemah ketika CIA mencoba menentang berdirinya pemerintahan Afghanistan yang fanatik. Muncullah perang tuan-tuan baru dan jalan lebar penyelundupan obat bius lainnya pun terus meningkat, baik melalui Iran maupun melalui Republik Soviet selatan. Berkurangnya pasokan senjata AS dan uang pemerintah, seiring dengan berkurangnya pasokan obat bius dalam bentuk tunai, semua itu membantu runtuhnya BCCI.
Ini membawa kita terpusat pada industri obat bius dan dampak yang pasti dalam membentuk Afghanistan. Peter Dale Scott, Alfred W. Mccoy dan Michael C. Ruppert, adalah tiga otoritas dalam wilayah ini. Pendek kata, kesimpulan yang dicapai oleh riset dan pengalaman orang-orang ini adalah obat bius (terutama kokain dan heroin) yang merupakan komoditas terkendali, demikian juga minyak, intan dan emas, dengan sistem produksi dukungan Barat yang ruwet, distribusi dan cash flownya. Saat ini industri obat bius global menghasilkan sekitar $ 600 milyar setahun, dan mayoritas uang tunai ini disalurkan ke Anglo-American bank dan Wall Street. Para penyelidik ini menduga bahwa salah satu tugas paling penting badan intelijen Barat telah yakin bahwa aliran tunai obat bius kembali ke sistem keuangan Anglo-American yang terus berlanjut tanpa rintangan. (Dan ya, BCCI London-based adalah, untuk segala maksud dan tujuan, Anglo-American bank.)
Apapun kasusnya, adalah berharga untuk menunjukkan bahwa Inggris dan CIA terlibat dalam produksi candu di Afghanistan. Dari panenan di awal tujuhpuluhan diperkirakan hanya 100 ton setiap tahun, dan pada 1982 produksi candu meningkat sampai kepada 300 ton dan 575 ton pada 1983. Pada akhir delapan puluhan, mendekati akhir peperangan, produksi opium Afganistan telah mencapai sekitar 1600 ton setiap tahun. (15)
Semarak obat bius CIA menjadi sangat sukses pada 1981. Afghanistan menyediakan sekitar 60% heroin Amerika dari pasokan dua tahun sebelumnya. Tanaman panenan tumbuh di Afghanistan, disatukan dengan heroin di lab-lab yang berada di perbatasan Pakis-Afghan, dan kemudian menyelundupkannya ke Eropa dan AS. Pemerintah Jenderal Zia juga sedang kebanjiran lautan heroin, di samping mendapat penghargaan internasional, secara bersamaan ia juga menerima pengurangan panen opium di perbatasan, dan populasi pecandu heroin di Pakistan meningkat dari sekitar 5.000 orang pada 1981 menjadi 1,2 juta orang pada 1985. (16)
Juga berharga untuk dicatat bahwa peperangan buatan AS atas rezim Taliban terjadi setelah salah satu program pembasmian opium yang paling berhasil mulai dapat dilihat. Pada bulan Juli 2000 Mullah Omar mengutuk bunga candu yang sedang dibudidayakan dan pada Pebruari 2001 pejabat urusan obat bius dari PBB mengkonfirmasikan bahwa produksi ini sebenarnya telah diberhentikan di wilayah kawasan Taliban. Apakah hilangnya pendapatan dari opium merupakan pendorong tambahan bagi Barat untuk menyingkirkan Taliban? Apakah ini menjelaskan mengapa petani Afghan mengadakan perlawanan kecil-kecilan terkait cepat kembalinya mereka menjual panenan tunai kesukaan mereka setelah kematian Taliban? (17)
Ketika terlibat di Afghanistan, hampir secara keseluruhan CIA bergantung pada kontak ISI mereka di Pakistan untuk kegiatan intelijen dan untuk bimbingan dalam mengarahkan usaha peperangan. Begitu peperangan meningkatkan, dukungan Amerika disalurkan, diperintah dari ISI, kepada kelompok biang-biang perang bernama tujuh mujahidin Afghani mandiri yang dikenal sebagai Peshawar Seven.
Pada akhirnya salah seorang dari tujuh biang perang bernama Gulbuddin Hekmatyar, muncul sebagai penerima utama bantuan dari Amerika, di samping masa lampau komunisnya, pandangan Islam radikalnya dan anti-Amerikanya. Hekmatyar sebelumnya sebagai mahasiswa tehnik di Kabul Universitas, dan kemudian berlatih di Akademi Militer Kabul sebelum ia ditendang keluar. Hekmatyar bersatu dengan Ikhwanul Muslimin pada awal ‘ 70-an, dan pada saat itu perang Afganistan telah muncul ketika ia memimpin sebuah kelompok bernama Hezb-I-Islami atau Partai Islam. Namun demikian ia belum pernah menerima Pendidikan Islam klasik. Setelah bertahun-tahun para pengikutnya menjadi dikenal dengan kefanatikan Islamnya yang keras (mereka terkenal dengan nama buruknya karena menyiramkan cuka ke wajah wanita-wanita yang menolak memakai cadar), dan Hekmatyar menjadi produsen candu paling besar di Afghanistan. Ia memiliki beribu-ribu hektar lahan bunga candu dan, menurut Mccoy, ia memiliki sedikitnya enam laboratorium heroin di Pakistan; Khyber Pass. (18)
Pada bulan Maret 1990, the US House Republican Research Committee of the Task Force on Terrorism dan Unconventional Warfare, menyampaikan 19 halaman laporan yang mengecam CIA karena berurusan dengan “Partai Islam” Hekmatyar dan menutupi semua permasalahan yang telah dciptakan oleh kelompoknya. Setelah lama waktu berlalu Hekmatyar pun muncul sebagai asset ISI dalam mencuci uangnya melalui BCCI, dan juga dibantu Rusia melalui KGB untuk memastikan statusnya sebagai biang perang paling kuat di antara banyak saingan. Jeffrey Steinberg dari EIR meringkasnya demikian,
“Walaupun para diplomat dan perwira intelijen Amerika ditempatkan di Pakistan, seringkali mereka diperingatkan tentang Hekmatyar yang sangat anti Barat dan pandangannya yang pro-Iran, yang berspekulasi di sekitar link KBG Soviet, dan bahkan mengakui statusnya yang tak perlu dipersoalkan lagi sebagai “raja heroin” Afganistan, kekuatannya menerima porsi yang paling besar dari Amerika dan dukungan militer internasional lain di sepanjang perang Afghanistan. Laporan-laporan intelijen akan kembali ke Washington yang berisi kemajuan peperangan, lalu diisi dengan disinformation yang melukiskan pejuang mujahidin Hekmatyar adalah yang paling berhasil. Seringkali laporan kepada Pentagon dan CIA serupa dengan laporan yang disiapkan oleh intelijen Inggris‚ dengan ejaan yang sama dan kesalahan hanya berkenaan dengan cetakannya saja. Laporan-laporan dari lapangan yang lebih dapat dipercaya menunjukkan bahwa Hekmatyar lebih banyak menghabiskan waktu dan usahanya dalam memerangi rivalnya kelompok mujahidin, ketimbang memerangi Soviet.” ( 19)
Lika-liku ISI dalam situasi yang hadir lewat buku tentang Afghanistan: “Perangkap Beruang” (The Bear Trap), di dalamnya Pemimpin brigade Muhammad Yusaf, kepala pendahulu ISI Afganistan, (ditulis bersama perwira militer Inggris terdahulu), menguraikan Hekmatyar sebagai “jujur dan teliti” dan pemimpin mujahidin paling kuat dan paling tabah. Yusaf adalah direktur ISI dari mujahidin dan ia berargumen bahwa peperangan berlangsung lebih panjang daripada yang semestinya karena Amerika Serikat tidak memberi dukungan yang memadai kepada Hekmatyar dan orang-orang Islam mulai memudar pada akhir 80-an sewaktu Soviet masih menduduki Afghanistan. Yusaf marah ketika melihat fakta bahwa CIA tidak memberi orang-orang Islam ortodoks suatu kemenangan yang besar, meskipun Taliban segera muncul setelah beberapa tahun perang saudara. ( 20)
Sudut pandang Yusaf dapat dibandingkan dengan laporan the US House Republican 1990 yang diliput dalam artikel ini oleh wartawan Imran Akbar dari the News Internasional, juga memerinci dugaan link KGB dipertahankan oleh Hekmatyar.
Setelah Taliban mengambil alih kekuasaan, Hekmatyar terpaksa melarikan diri ke Iran. Pada bulan Pebruari tahun itu pemerintah Iran menutup operasinya di Iran dan mengusirnya kembali ke Afghanistan. Hekmatyar terang-terangan dalam hal pandangan anti-Amerikanya, menjanjikan uang kepada pembunuh pasukan Amerika dan menyebut pemerintah baru Afghan instalan Amerika sebagai tidak sah. Pada bulan Mei dilaporkan CIA mencoba membunuhnya dengan tembakan proyektil karena ia dan rombongan pengiringnya berusaha mendekati Kabul. Orang kesayangan ISI ini merupakan salah seorang pemain paling berbahaya di Afghanistan hari ini. (21)
Dalam bukunya Yusaf juga menjelaskan dengan panjang lebar bahwa personil Amerika tidak pernah dilibatkan dalam pelatihan mujahidin Afghan manapun,
“Sampai penarikan tentara Soviet dari Afghanistan pada awal 1989, tidak ada orang Amerika atau Instruktur Cina yang pernah dilibatkan dalam memberi pelatihan untuk penggunaan peralatan atau senjata kepada Mujahidin. Bahkan dengan sistem senjata yang lebih canggih dan lebih berat sekalipun… selalu Regu Pakistan yang melatih Mujahidin itu. Ini suatu kebijakan yang disengaja, yang secara hati-hati dipertimbangkan dan kami dengan tabah menolak untuk diubah meskipun muncul sejumlah tekanan dari CIA, lalu dari Departemen Pertahanan AS, untuk mengijinkan mereka untuk mengambil alihnya. Dari awal Amerika ingin secara langsung dilibatkan dalam urusan distribusi senjata, perencanaan operasional operasi dan pelatihan sukarelawan. Dari awal, sampai prajurit Soviet yang terakhir keluar dari negeri ini, kami dengan sukses menentang.” (22)
Selain menjadi pemberi modal dan penyalur peralatan perang, CIA Amerika berada di luar jaringan ini. Adalah Yusaf ISI yang menjalankan Jihad Afghan melawan tentara Soviet, dan adalah ISI yang menyalurkan dukungan CIA kepada biang-biang perang yang paling tidak diinginkan. Apa yang menjadi jelas setelah meninjau ulang catatan era ini adalah agenda ISI, dan secara umum Peperangan Afghannya, yang jauh lebih berskala luas direncanakan oleh Inggris ketimbang oleh CIA. Inggris telah merumuskan dan mempromosikan rencana untuk melibatkan Amerika; mereka memelihara hubungan dekat dengan ISI yang menjalankan peperangan; mereka mengawasi bank yang sebagian besar menguntungkannya; dan ketika peperangan selesai, mereka menyambut banyak veteran mujahidin yang menggunakan suaka ke Inggris.
Osama adalah salah seorang veteran ini dan pada awal 1994 ia membeli sebidang tanah dan tinggal untuk jangka waktu singkat di pinggiran kota London, Wembley. Selama di London ia mendirikan Komite Reformasi untuk mengatur jaringan ekonominya, dan ia menguatkan link propogandanya dengan Dunia Barat melalui koneksinya dengan Syekh Omar Bakri London dan dengan Abdel Bari Atwan, editor al-Quds al-Arabi, salah satu surat kabar berbahasa Arab yang paling berpengaruh di dunia. Yossef Bodansky, penulis biografi Bin Laden yang best seller itu menulis, “Pada saat Bin Laden meninggalkan London, ia telah memperkuat suatu sistem kesatuan menyeluruh dan solid – meskipun secara rahasia – sumber pendanaan. Sistem disseminasi-data yang berbasis London ini masih bekerja secara efisien.” (ditulis pada 1999). (23)

Peter Goodgame
11 August 2002

Informasi Selanjutnya Dapat Diperoleh Dari:
Executive Intelligence Review:

Put Britain On the List of States Sponsoring Terrorism
Who Really Controls International Terrorism?
Why the Real Name is ‘Osama bin London’
Bernard Lewis: British Svengali Behind Clash of Civilizations, by Scott Thompson and Jeffrey Steinberg
War In Afghanistan Spawned A Global Narco-Terrorist Force, by Jeffrey Steinberg

Dari the Middle East Media Research Institute
Sheikh Omar Bakri Mohammed – London, another member of the Muslim Brotherhood
Islamist Leaders In London Interviewed
Egyptian Muslim Brotherhood Presents New Suicide Bombers
Dari BBC
UK is ‘Money Launderers Paradise’
FBI Highlights UK Terror Suspects
Sumber-sumber lainnya
The British Connection, by Hichem Karoui
Britain’s dissident community of Arab Islamists is a hotbed of radicalism, by Nicolas Pelham
Islamic Militants Have Base In London, Newsday.com
London Seen As Hub For Radicals, USATODAY.com
UK Recruiting Ground for Al-Qaeda, The Times of India

Catatan Kaki dan Sumber-sumber:
Inggris Menguasai Timur Tengah

Sumber-sumber:
A Century of War – Anglo-American Oil Politics and the New World Order, F. William Engdahl, 1993
A Brutal Friendship – The West and the Arab Elite, Said K. Aburish, 1997

Catatan Kaki:

1. Engdahl, hlm. 30-36
2. Engdahl, hlm. 50-52
3. Aburish, hlm. 76
4. Aburish, hlm. 57
5. Aburish, hlm. 57 dan 59
6. Aburish, hlm. 57

Inggris dan Mesir
Sumber-sumber:
History of Egypt: British Occupation (1882-1952), Arab.net
Timeline of Egypt, utexas.edu
The Egypt of Naguib Mahfouz, chronology
MI6 – Inside the Covert World of Her Majesty’s Secret Intelligence Service, Stephen Dorril, 2000

Catatan Kaki:

1. Dorril, hlm. 622
2. Aburish, hlm. 60

Penggulingan Demokrasi Pertama Iran

Sumber-sumber:
The Biography of Dr. Mohammad Mossadegh, jebhemelli.org
Killing Hope – U.S. Military and CIA Interventions Since World War II, William Blum, 1995
MI6 – Inside the Covert World of Her Majesty’s Secret Intelligence Service, Stephen Dorril, 2000
Catatan Kaki:
1. Blum, hlm. 65
2. Dorril, hlm. 575
3. Dorril, hlm. 580
4. Dorril, hlm. 583
5. Dorril, hlm. 589
6. Dorril, hlm. 592-593
7. Dorril, hlm. 592

Perang Inggris Melawan Nasser

Sumber-sumber:
A Brutal Friendship, Aburish
MI6, Dorril
Descent to Suez – Foreign Office Diaries 1951-1956, Sir Evelyn Shuckburgh, 1986
Catatan Kaki:
1. Aburish, hlm. 60-61
2. Dorril, hlm. 622
3. Dorril, hlm. 623
4. Shuckburgh, inside flap
5. Dorril, hlm. 613
6. Dorril, hlm. 624-625
7. Dorril, hlm. 629
8. Dorril, hlm. 629-630
9. Dorril, hlm. 630
10. Dorril, hlm. 632-633

Islam Berpaling Melawan Barat
Sumber-sumber:
A Brutal Friendship, Aburish
A Century of War, Engdahl
Conspirators’ Hierarchy: The Committee of 300, Dr. John Coleman, 1992 – order at 1-800-942-0821
What Really Happened In Iran, Dr. John Coleman, 1984, special report, World In Review publications, 2533 North Carson Street, Suite J-118, Carson City, Nevada, 89706 – order by phone 1-800-942-0821
“The real Iranian hostage story from the files of Fara Monsoor,” Harry V. Martin, 1995
Catatan Kaki:
1. Aburish, hlm. 61
2. Aburish, hlm. 61-62
3. Aburish, hlm. 62
4. Engdahl, hlm. 151
5. Engdahl, hlm. 151-152
6. Engdahl, hlm. 150-156
7. Aburish, hlm. 62
8. Aburish, hlm. 62
9. Committee of 300, hlm. 129, http://www.sedona.net/pahlavi/mrp.html and http://www.cbc.ca/news/indepth/iran/iran2.html
10. What the Malthusians Say, Establishment plans to stop Third World development and kill off useless eaters
11. What Really Happened In Iran, Dr. John Coleman
12. BBC Persia brings down two Iranian regimes, dan The BBC In Iran

Afghanistan, Pakistan, ISI dan BCCI
Sumber-sumber:
The Outlaw Bank: A Wild Ride Into the Secret Heart of BCCI, Jonathan Beaty and S.C. Gwynne, 1993
The Nefarious Activities of Pak I.S.I., website
“Breaking the Bank,” commentary, Wall Street Journal Europe, 8-03-01
British India, ucla.edu
Killing Hope,William Blum, 1995
Afghanistan- The Bear Trap, the Defeat of a Superpower, Mohammad Yousaf and Major Mark Adkin, 1992
Bin Laden – The Man Who Declared War On America, Yossef Bodansky, 1999

Catatan Kaki:
1. Interview With Zbigniew Brzezinski, Le Nouvel Observateur
2. “First Supplement to A Who’s Who of the British Secret State” LOBSTER magazine, May 1990
“Pakistan’s Inter Services Intelligence in Afghanistan,” SAPRA INDIA
There to the Bitter End, Anne Blair
3. Zulfikar Ali Bhutto biography, ppp.org
“ISI and its Chicanery in Exporting Terrorism,” oleh Maj Gen Yashwant Deva, The Indian Defence Review
3a. What Really Happened In Iran, Coleman, hlm.16, 1984 World In Review, 1-800-942-0821
4. “The Real Story of the BCCI,” Bill Engdahl dan Jeff Steinberg, EIR, 10-13-95
5. Beaty and Gwynne, hlm. xv
6. Beaty and Gwynne, hlm. 118
7. Beaty and Gwynn, hlm. 48-49
8. “Sadruddin Aga Khan: Mujahideen Coordinator,” Scott Thomspon dan Joseph Brewda, EIR, 10-13-95. WWF telah digunakan dan disalahgunakan oleh intelijen Inggris sejak lahirnya pada 1961, sebagaimana didokumentasikan oleh wartawan Inggris Kevin Dowling. Lihat article and stories by Dowling in Noseweek magazine.
9. “The Real Story of the BCCI,” Bill Engdahl dan Jeff Steinberg, EIR, 10-13-95
10. Beaty and Gwynn, hlm. 146, also hlm. 251, 262, 279, 286-7, 324, 346
11. “The Anglo-American Support Apparatus Behind the Afghani Mujahideen,” Adam K. East, EIR, 10-13-95
12. Beaty and Gwynne, hlm. 101
13. Beaty and Gwynne, hlm. 106
14. Beaty and Gwynn, hlm. 346, dan “The BCCI Affair,” tinjauan luas dan dokumen kunci
15. “Opium History, 1979 To 1994” Alfred McCoy
16. “Drug Fallout,” Alfred McCoy, dan pernyataan Pakistan kepada PBB mengenai jalur perdagangan obat bius.
17. “The Lies About Taliban Heroin,” Michael C. Ruppert, FTW
18. Blum, hlm. 338-352 dan “Osama Bin Laden – A CIA Creation and its ‘Blowback,'” Mike Ruppert mengutip McCoy mengenai enam laboratorium Hekmatyar, dan “Gulbuddin Hekmatyar Had Links With KGB,” Imran Akbar
19. “War In Afghanistan Spawned A Global Narco-Terrorist Force,” Steinberg, 10-13-95 EIR
20. Yusaf, hlm. 40-41, 233-235
21. “CIA ‘tried to kill Afghan warlord,'” BBC, May 10, 2002
22. Yusaf, hlm. 115
23. Bodansky, hlm. 101-102

Komentar»

No comments yet — be the first.

Tinggalkan komentar