jump to navigation

Apa Itu Ibadah Yang Ikhlas? Senin, 28 Januari, 2008

Posted by Quito Riantori in Artikel, Bilik Renungan.
trackback

ibadah-ikhlas.jpg

Allah Swt berfirman :
Al-Ikhlas itu adalah salah satu dari rahasia-rahasia-Ku,
yang telah Aku titipkan ke dalam hati
orang yang Aku cintai dari hamba-hamba-Ku.

(Hadits Qudsi,
Bihar al-Anwar 70 : 249)

Menurut bahasa, kata ikhlash berasal dari akar kata : khalasha – yakhlushu – khulushan – khalashan, yang artinya : murni, atau tidak bercampur (dengan unsur lainnya). Dari akar kata ini banyak makna lainnya di antaranya : bersih, jernih, khusus, menyendiri, yang dipilih, sampai, lepas, bebas, terhindar, selamat, memisahkan, habis, mencintai, tulus, membalas, selesai, inti, sari, jalan keluar, penolong, dan jujur. 16]

Keikhlasan adalah anugerah misterius yang dikaruniakan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang berhati suci, dan selalu meningkatkan dan memperdalam iman serta penghambaannya. 17]

Di dalam irfan atau tasawwuf, ikhlas memiliki istilah tersendiri. Khwajah Abdullah al-Anshari qs mengatakan, ”Arti ikhlas adalah membersihkan perbuatan dari segala ketidakmurnian” Dan ketidakmurnian di sini adalah ketidakmurnian umum, termasuk apa yang timbul dari keinginan untuk menyenangkan diri sendiri dan makhluk lain.” 18]

Ikhlash juga berarti : membebaskan perbuatan dari selain Tuhan yang berperan dalam perbuatan tersebut, atau suatu motivasi perbuatan yang tidak menginginkan balasan dunia mau pun akhirat. 19]

Penulis Gharaib al-Bayan menyebutkan bahwa : orang ikhlas itu adalah orang yang beribadah kepada Allah sedemikian rupa sehingga tidak memperhatikan kalau dirinya itu sedang beribadah, juga tidak memperhatikan dunia atau penghuninya, juga tidak melebihi batas-batas hamba dalam melihat Tuhan.

Syaikh al-Muhaqqiq Muhyiddin Ibn al-‘Arabi mengatakan, ”Bagi Allah-lah kesetiaan yang tulus, yang bersih dari semua noda dan egoisme. Dan kamu harus sepenuhnya sirna (fana) dalam Dia agar Dia tersambung dengan esensi, perbuatan dan agamamu. Selama kesetiaan belum disucikan secara hakiki, kesetiaan itu bukanlah untuk Allah.” 20]

Ibadah orang-orang yang tulus merupakan jejak manifestasi (tajaliyyat) Sang Kekasih, dan yang senantiasa ada di hatinya hanyalah Zat Allah.

Imam Ali as mengatakan, “Beruntunglah orang yang telah memurnikan (akhlash) penghambaan dan do’anya hanya kepada Allah dan hatinya tidak disibukkan oleh apa-apa yang dilihat matanya, dan ia tidak lupa dari berzikir kepada Allah karena apa-apa yang didengar telinganya, dan hatinya tidak sedih karena karunia yang diberikan kepada selain dirinya.” 21]

Rasulullah saww bersabda, “Semua orang yang berilmu itu (al-‘ulama) celaka kecuali yang beramal dan semua orang yang beramal itu celaka kecuali orang yang ikhlas dan orang ikhlas itu senantiasa dalam kekhawatiran.” 22]

 

Manusia tidak pernah aman dari kejahatan setan dan egonya sampai akhir hayatnya. Dia tidak boleh membayangkan bahwa setelah ia berbuat ikhlas semata-mata demi Allah tanpa adanya keinginan untuk menyenangkan makhluk, kemurniann perbuatannya akan selalu aman dari kejahatan godaan setan, lintasan-lintasan ego dan hawa nafsu.

 

Jika ia tidak senantiasa waspada, niscaya suatu waktu ia akan tergelincir ke dalam bentuk riya atau ‘ujub yang sedemikian halus sehingga ia tidak menyadarinya. Sebentar saja manusia lalai, maka kendali egonya pun akan terlepas dan menyeretnya kepada perbuatan buruk dan tercela.

Sesungguhnya nafs (ego) manusia itu senantiasa mengajak kepada kejahatan, kecuali kalau Tuhan mengasihi” (QS 12 : 53)

 

HAKIKAT IKHLAS

Rasulullah saww bersabda, ”Setiap kebenaran itu ada hakikatnya dan tidaklah seorang hamba dapat mencapai hakikat keikhlasan sampai ia merasa tidak suka dipuji atas amal (ibadah) yang ditujukannya kepada Allah.” 23]

 

Imam Ali as berkata, ”Barangsiapa yang tidak bertentangan apa yang ada dalam hatinya dengan apa yang ia nyatakan, dan tidak bertentangan pula perbuatan dan perkataannya, maka sungguh ia telah menunaikan amanah dan telah memurnikan (akhlas) penghambaannya.” 24]

 

Amal yang bernilai dalam pandangan Allah adalah amal yang dilakukan semata-mata untuk ‘menyenangkan’-Nya, betapa pun kecilnya amal itu. Amal sedikit yang dilakukan dengan ikhlas lebih disukai-Nya ketimbang banyak tetapi tidak ikhlas.

Rasulullah saww bersabda, ”Ikhlas-kanlah hatimu, niscaya mencukupimu walau dengan sedikit amal.” 25]

 

Amal perbuatan merupakan gambaran yang tidak hidup, namun keikhlasan di dalamnya memberikan ruh kehidupan padanya. 26]

 

Secara lahiriah, shalat Ali bin Abi Thalib as tidak berbeda dengan shalat orang-orang munafik. Namun secara batini, shalat Ali bin Abi Thalib memiliki nilai spiritual tertinggi yang mampu mengangkat ruhnya terbang ke langit, bermi’raj menghadap Tuhan.

 

Orang yang hatinya dibangkitkan oleh keikhlasan tidak peduli apakah orang lain akan mencela atau menyanjung amalnya atau tidak. Ia benar-benar tidak peduli bahkan apakah amal ibadahnya itu akan diberikan ganjaran atau tidak.

 

Perhatian orang yang ikhlas tidak pernah berubah, baik ia berada dalam keadaan susah mau pun senang. Hatinya hanya tertuju kepada Sang Kekasih, tidak kepada yang lain.

 

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan (mukhlishina) ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus.” (QS 98 : 5)

 

Mereka tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah. Namun ibadah yang dicelup dengan warna ikhlas. Orang yang memberikan tempat kedua bagi Tuhan dalam hatinya sebenarnya ia tidak memberikan tempat sama sekali bagi Tuhan. 27]

 

Jika amal dan keikhlasan kita umpamakan sebagai sepasang sayap, maka takkan mungkin kita dapat terbang tanpa sepasang sayap. Rumi mengatakan :

 

Engkau mesti ikhlas dalam beramal,

agar Tuhan Yang Maha Agung menerimanya.

ikhlash adalah sayap amal ibadah,

tanpa sayap, bagaimana engkau dapat

terbang ke tempat bahagia?

 

Laa hawla wa laa quwwata illa billah.

 

Komentar»

1. kariana - Senin, 28 Januari, 2008

pernah suatu ketika ketika kami selesai salat berjamaah di masjid, kemudian ada seorang bapak sedang duduk di halaman masjid, rupanya ia sedang beristirahat. kami menyapanya sambil mengatakan,”assalamu’alaikum, bapak sudah salat?”, sebenarnya kami hanya bertanya sebagai suatu sikap ramah tamah saja, namun diluar perkiraan sang bapak tersebut menjawab didepan banyak orang,”saya tidak perlu salat seperti kalian ini, sebab saya sudah mengingatNya dalam hati saya, fungsi salat itukan untuk mengingatNya?”
saat itu sebenarnya kami tidak ingin lebih jauh meng”intervensi” pemahaman dia, namun kami rasa perlu segera melakukan sesuatu mengenai hal ini, sebab kami takut diantara yang mendengar akan ada yang terpengaruh olehnya. setelah sibuk berfikir, kemudian kami sepakat untuk bersama2 mengajak bapak tersebut menyantap makanan yang kami beli (tukang jualan yang kebetulan sedang lewat).
kami tanyakan pada bapak tersebut apakah ia lapar, alhamdulillah ia menjawab iya.
segera saja kami hidangkan makanan didepannya, sambil kami bertanya padanya (dengan berhati2 dan nyengir2 cemas), “pak, bapak ini sepertinya punya kemampuan hati yang hebat ya, sekedar penasaran ni pak, apakah bapak juga bisa menjadi kenyang dengan hanya mengingat dan membayangkan makanan ini masuk kedalam perut bapak, karena bagi kami ini hal yang sangat sulit, apakah bapak bisa mengajarkan pada kami?”, ia coba menjawab sambil mengambil makanan tersebut dan ketika akan memasukkan makanan itu kedalam mulutnya, ia menjawab,”tentu saja tidak bisa lah, ini kan memang hak perut kita untuk diisi makanan”. kami saling berpandangan sambil tersenyum, kemudian kami berkata pada bapak itu, “pak maaf ya, makan itu memang hak kita, mulai dari kita menyiapkannya, menghidangkan, mengambil dan memasukkan kedalam mulut kita, itu adab2 makan, salah apabila misalnya kita mengambil dengan kaki atau kita masukkan makanan tersebut melalui telinga kita, pasti kita takkan merasakan yang namanya kenyang. sedangkan salat itu adalah hak Allah pak, Allah sudah mengajarkan pada kita untuk memenuhi hakNya melalui salat, dan tentu saja dengan adab2nya yang benar, sebab setiap gerakan salat itu ada artinya.” alhasil si bapak itu diam saja sambil terus makan, sayangnya setelah itu ia tak pernah terlihat lagi di wilayah itu. kejadian ini kira2 3 bulan lalu di masjid Almuqarrabin jatiwaringin. tapi yang terpenting bagi kami adalah jangan sampai orang2 dilingkungan kami ada yang terpengaruh oleh pemahaman2 semacam ini.
dengan adab2 yang benar, maka insyaAllah akan terealisasi makna dari hadits “salat adalah mikrajnya orang mumin” seperti yang telah dicapai Rasulullah saaw dan imam ali as. diantara kata2 imam khomeini dalam salah satu buku beliau adalah “ketika kita salat, sebenarnya Allah-lah yang salat, sedangkan kita menyediakan hati dan perbuatan kita bagiNya untuk melakukan salat”. jadi dapat dibayangkan bagaimana pentingnya kita mempersembahkan penghadapan dan kehadiran yang terbaik bagiNya ketika sedang salat. Allah mengerti bahwa sebagus apapun atau sebanyak apapun pujian yang kita tujukan padaNya takkan pernah menyamai keagunganNya yang sebenar-benarnya. oleh sebab itu salat adalah suatu bentuk ibadah dimana Ia mendudukkan diriNya pada kedudukan kita, sebab seorang pecinta yang tulus akan mengambil sifat2 yang dicintaiNya. begitu pula apabila kita cinta kita padaNya, maka itu adalah sebuah jalan yang didalamnya terdapat “majelis” pertemuan kita denganNya, pada saat itu tidak ada yang lain, yang ada hanya Dia., selaras dengan artikel diatas bahwa ketika kita khusyu dengan sebenar-benarnya, maka kita takkan merasa bahwa kita sedang beribadah lagi, yang tampak dan kita rasakan hanyalah keagunganNya yang dahsyat, seperti yang imam ali as katakan, “maha suci Allah yang keluasan rahmatNya meliputi keganasan murkaNya”, sebab suatu hal lumrah pabila kita pada awalnya beribadah karena takut akan siksanya, akan tetapi dengan bertambahnya pengetahuan dan pemahaman yang benar tentangNya, maka secara berangsur-angsur kita hanya akan melihat keagungan dahsyat dari rahmatNya. inilah yang akan terjadi mulai dari awal persiapan salat hingga akhir salat.
apa yang saya tulis banyak mengambil dari buku “hakikat dan rahasia salat” karya imam khomeini.
imam ja’far ashshadiq: setiap seseorang akan mendirikan salat, maka malaikat yang berada diatas kepala orang itu berkata,”seandainya ia mengetahui Siapa yang sedang menatapnya saat ini, maka ia takkan pernah mau beranjak pergi dari tempatnya sekarang untuk selama-lamanya.”
mudah2an “catatan pinggir jalan” ini ada gunanya bagi saya terutama dan kita umumnya, dan mungkin dapat menjadi pelengkap artikel diatas. salamun’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

2. Quito Riantori - Selasa, 29 Januari, 2008

terima kasih tambahan iilmunya. Salam

3. Yaya - Selasa, 29 Januari, 2008

sungguh pengalaman yg berharga, penyampaian ilmunya ‘pas’ juga santun.


Tinggalkan komentar